Skip to content

Kehadiran PT TPL Di Kawasan Danau Toba

Masa orde baru dikenal dengan era pembangunan. Berbagai industri eksploitatif diberikan kemudahan tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, budaya, politik dan lingkungan. Ini juga yang terjadi di sekitaran kawasan danau toba. Pada awal tahun 80-an industri besar dengan difasilitasi oleh negara mulai melakukan ekspansi salah satunya adalah PT. Toba Pulp Lestari (TPL) yang dulu dikenal PT. Inti Indorayon Utama (IIU).

Perusahaan ini 30 tahun yang lalu telah berada di Tano Batak. Sejak awal berdirinya, perusahaan ini ditolak masyarakat, NGO, akademisi dan tokoh gereja karena dinilai beri dampak buruk terhadap ekosistem Danau Toba dan tingkatkan konflik agraria dengan masyarakat adat.

Perusahaan milik Sukanto Tanoto ini, awalnya mendapatkan izin konsesi dari Negara seluas 269.060 berdasarkan SK.No.493 KPTS-II/Tahun 1992. Setelah mengalami 8 kali revisi, yang terakhir SK 307/Menlhk/Setjen/HPL.0/7/2020 menjadi 167.912 hektar. Pada umumnya, di wilayah konsesi tersebut bersinggungan dengan wilayah masyarakat adat. Klaim Negara di wilayah adat dan pemberian izin konsesi kepada PT.TPL menjadi akar konflik agraria yang bekepanjangan dan tidak terselesaikan hingga saat ini.

Sebelum ada TPL, masyarakat hidup dari hasil hutan, berladang, beternak dan mengelola sawah. Namun sejak PT. TPL beroperasi, sumber mata pencaharian masyarakat menurun sehingga masyarakat harus menghadapi permasalahan ekonomi, sosial, budaya dan ekologi.

Tidak itu saja, PT. TPL juga mengkriminalisasi dan mengintimidasi masyarakat adat yang berjuang pertahankan wilayah adatnya. Sejak 1980-an, TPL hadir di Tano Batak telah akibatkan berbagai persoalan pelanggaran HAM seperti: Perampasan hak atas sumber kehidupan; Perampasan hak atas lingkungan yang aman dan lestari ; Perampasan hak atas pekerjaan ; Perampasan hak atas rasa nyaman dan hak-hak masyarakat lainnya.

PT. TPL menggunakan system tebang habis di wilayah konsesi dan ijin HPH/TI tanpa memperhitungkan kerusakan hutan dan lingkungan. Hutan alam yang dulunya berisi aneka kayu alam, kini berubah menjadi hamparan aucalyptus. Terjadi perubahan fungsi hutan, dari hutan alam yang hetero kultur menjadi mono kultur. Penggundulan hutan telah mengakibatkan terjadinnya bencana longsor, banjir, dan kekeringan di beberapa tempat. Termasuk akibat pembukaan jalan baru agar truk-truk dapat mengangkut kayu dari hutan, telah mengakibatkan longsor yang menimbulkan korban jiwa dan berugian harta benda.

en_GBEN