Bendungan Lau Simeme yang terletak di Kecamatan Sibiru-biru Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara sampai saat ini masih meresahkan warga. Aktivitas termasuk konflik lahan masih belum jelas akan tetapi, proyek terus berjalan. Pembangunan Bendungan Lau Simeme dinilai mengganggu perekonomian dan sosial masyarakat sekitar.
Wacana Pembangunan Bendungan Lau Simeme sudah diperkirakan dimulai tahun 1991-1992. Wacana tersebut dikembangkan setelah adanya kegiatan verifikasi lapangan dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Kemudian dilanjutkan dengan adanya tim penelitian AMDAL dari USU pada tahun 2003-2004.
Terdapat enam desa yang menerima dampak dari pembangunan bendungan Lau Simeme. Keenam desa tersebut yakni Desa Kuala Dekah, Desa Sari Laba Jahe, Desa Rumah Gerat, Desa Mardinding Julu, Desa Siria-ria dan Desa Penen. Pengembalian ganti rugi yang belum jelas dan mulai berdampaknya aktivitas dari pembangunan bendungan tersebut.
Maka, masyarakat mulai melakukan tindakan advokasi dengan melakukan Rapat Dengar Pendapat gabungan Komisi A dan Komisi B di DPRD Deliserdang serta melakukan diskusi dengan perwakilan Yusril Ihza Mahendra.
Diketahui bahwa sampai saat ini, masyarakat belum menerima ganti rugi atas lahan yang dipakai oleh pemerintah. Menurut mereka lahan tersebut tidak bisa diberi ganti rugi dikarenakan lahan masyarakat masih masuk ke dalam area hutan produksi.
Maka pada tanggal 20 Desember 2018, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara bersama perwakilan Diakonia GBKP, Yayasan Ate Keleng dan BPMK Medan hadir dalam pertemua diskusi dengan Kelompok Masyarakat Arih Ersada. Diskusi tersebut dilakukan untuk melanjutkan kembali perjuangan untuk mengembalikan hak-hak masyarakat.