Skip to content

Pernyataan Menko Yusril Nirempati dan Tidak Paham Kebijakan

(Medan, 23 Oktober 2024) Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra dalam wawancaranya dengan media setelah acara pelantikan menteri Kabinet Merah Putih pada Senin 21 Oktober di Istana Negara, Jakarta. Yusril menyampaikan bahwa selama beberapa tahun terakhir tidak terjadi kasus pelanggaran HAM yang berat. Disambut oleh awak media yang menanyakan peristiwa ’98 apakah pelanggaran HAM berat, dan Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan menyampaikan tidak. Yusril menyampaikan bahwa pelanggaran HAM berat itu kan genocide, ethnic cleansing, tidak terjadi dalam beberapa dekade terakhir.

Hal ini menuai banyak kritikan terutama dari kami. Kami Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (BAKUMSU) menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Yusril Ihza Mahendra sungguh tidak berempati dan bukan ranah Yusril Ihza Mahendra sebagai Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan yang menyampaikan bahwa itu pelanggaran atau tidak.

Pernyataan Yusril Ihza Mahendra sebagai Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan dari awal sampai akhir sangat mencederai hati para korban pelanggaran HAM dan nirempati. Pertama, bahwa ia menyatakan peristiwa 98 bukan pelanggaran HAM berat adalah wujud beliau tidak benar-benar mengerti apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat. Kedua, bahwa pernyataannya yang menyatakan bahwa pelanggaran HAM berat itu genocide, ethnic cleansing. Dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa Pelanggaran HAM berat adalah Kejahatan Genosida dan Kejahatan terhadap kemanusian, jadi bukan pembersihan etnis.” Ujar Juniaty Aritonang, selaku Sekretaris Eksekutif BAKUMSU yang sudah lama mengadvokasi beberapa kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Sumatera Utara.

“Pernyataan ini juga bagi kami memperlihatkan sikap nirempati seorang Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan terhadap korban yang mengalami peristiwa Tragedi Mei 1998. Peristiwa ini masih menyisakan luka dan trauma yang mendalam bagi mereka yang kehilangan keluarga maupun sahabat mereka akibat kekerasan, pemerkosaan dan pembunuhan yang terjadi. Apalagi pernyataan ini hadir di hari pertama Yusril menjadi Menko.” 

“Di Masa pemerintahan sebelumnya, kepala negara telah membentuk tim penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat dan telah mengakui 12 pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia. Salah satunya peristiwa Mei 1998 dan peristiwa Trisakti dan Semanggi 1998.  Kenapa justru di era pemerintahan baru ini dianggap tidak ada pelanggaran HAM berat, ini kan justru aneh,”pungkas Juni.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) sudah menetapkan Tragedi Mei 1998 sebagai Pelanggaran HAM Berat. Komnas HAM adalah lembaga independen yang dibentuk untuk melakukan pemantauan, penyelidikan dan penyidikan terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Wewenang ini diberikan melalui Undang-Undang No. 39 tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia dan juga Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Maka Komnas HAM yang seharusnya pula menyampaikan bahwa hal tersebut termasuk pelanggaran HAM berat atau tidak.

Di Sumatera Utara umumnya dan Kota Medan khususnya pada tragedi Mei 1998 terjadi berbagai kerusuhan hingga menimbulkan aksi besar dari kalangan mahasiswa dan masyarakat. Banyak orang menjadi korban termasuk salah satu etnis yakni etnis Tionghoa. Trauma yang mendalam dialami oleh korban itu tercermin dalam bangunan-bangunan yang memiliki pagar yang sangat tinggi dan tertutup yang berdiri di kota Medan. 

Legal and human rights empowerment for social and ecological justice

bakumsu@indo.net.id

BAKUMSU

Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara

Jalan Bunga Kenanga No. 11 D,

Kelurahan Padang Bulan Selayang II

Kecamatan Medan Selayang, Medan 20156

en_GBEN