(Jakarta) Aktivitas pertambangan bawah tanah PT. Dairi Prima Mineral (DPM), anak perusahaan Bumi Resources milik Aburizal Bakrie mengancam lebih dari 283.203 jiwa (BPS 2018) penduduk Kabupaten Dairi yang tersebar di 15 kecamatan dan 161 desa dan 8 kelurahan. Ratusan ribu penduduk Dairi tersebut mayoritas bergantung pada sektor pertanian (76%), dengan luas lahan pertanian utamanya sawah mencapai 10.177 hektar dan perkebunan atau ladang seluas 21.269 hektar yang telah dikelola secara turun temurun.
Perusahaan milik Bakrie Group yang menambang timah hitam dan seng dengan komposisi saham (PT DPM 49%) dan NFC Cina (51%) mendapat izin Kontrak Karya dengan No. KW 99 PK 0071 dan ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada tahun 1998. Dari total luas konsesi 24.636 hektar, 16.000 hektar merupakan kawasan hutan lindung. Dari total luas kawasan hutan lindung itu, sebanyak 53,11 hektar telah diberikan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan ke PT. DPM dari Kementerian Lingkungan Hidup dengan SK.387.Menhut II/2012.
Kehadiran perusahaan ini, berikut aktivitas penambangan yang dilakukan mengancam kabupaten Dairi sebagai kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang memiliki sistem penyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan satwa beserta ekosistemnya, merupakan situs warisan dunia. Bahkan di kawasan hutan yang sebagiannya masuk konsesi tambang PT. DPM terdapat mata air yang menghidupi masyarakat di tujuh (7) desa di Dairi.
Belum lagi lahan-lahan pertanian dan perkebunan sebagai satu-satunya sumber penghidupan masyarakat juga terancam. Ompung Tomi Boru Purba (57 th) yang memiliki 7 orang anak dan 6 orang cucu, selama 15 tahun ini tiap empat bulan sekali beliau panen jagung dari setengah hektar lahannya. Tiap empat bulan beliau mendapat keuntungan bersih 6 juta rupiah setelah dipotong modal dan biaya perawatan. Jika setahun 2 kali panen jagung, artinya Ompung Tomi membawa pulang 12 juta rupiah tiap tahun, bersih.
Selain dari jagung, tiap bulan Ompung Tomi juga panen 50 kilogram kopi robusta Sidikalang. Kopi terkenal ini juga punya masa panen raya tiap bulan Desember hingga 250 kilogram di lahan setengah hektarnya. Jadi tiap bulan ditambah penghasilan panen raya di ujung tahun ia bisa mendapat uang 14,4 juta rupiah setahun, apalagi harga kopi masyhur ini bisa mencapai 25 ribu per kilogram.
Tak hanya itu, durian Parongil yang terkenal hingga ke Medan juga menyumbang pendapatan bagi Ompung Tomi. Jika musim panen setahun sekali tiba, 50 pohonnya berbuah dan menghasilkan 40 juta rupiah untuknya. Jika setahun ia mendapat total 66 juta rupiah hanya dari 3 komoditas ini saja, maka tiap bulan jika mau dikonversi menjadi gaji bulanan, Ompung bergaji hampir 6 juta rupiah setiap bulan-nya. Sumber pendapatan Ompung Tomi tak hanya dari beberapa komoditas di atas. Ompung Tomi juga menanam kapulaga, kelapa, pisang, nanas, kakao, kemiri, cabe, salak dan jahe, termasuk beternak ayam dan babi.
Itulah jumlah pendapatan dari Ompung Tomi dan 480 keluarga di Desa Pandiangan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara yang bergantung pada sektor pertanian, perkebunan dan peternakan.
Penghasilan fantastis tersebut, kini terancam oleh kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang memberikan IPPKH kepada PT DPM. IPPKH ini menjadi salah satu pintu masuk penggalian tambang bawah tanah PT. DPM yang terdiri dari lokasi bahan peledak, kolam sedimen, pabrik atas, pabrik bawah, pabrik, pasta, perluasan camp, jalan angkut tambang, tempat penumpukan dan fasilitas-fasilitas lainnya.
Penerbitan IPPKH itu mengabaikan keselamatan warga dan lingkungan hidup, mengancam kelestarian hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berpotensi tercemar akibat tailing perusahaan.
Ironisnya lagi, konsesi tambang PT. DPM juga berada tepat di kawasan berstatus rawan gempa bumi. Mengingat Sumatera Utara dilalui tiga (3) segmen patahan yang merupakan jalur perambatan gempa bumi yang salah satunya segmen patahan Renun yang berada di Kabupaten Dairi.
Untuk itu, kami menyatakan dan menuntut:
- Menolak operasi pertambangan PT. DPM di Sopo Komil kecamatan Silima Punggapungga Kabupaten Dairi.
- Pernyataan penolakan ini didukung oleh 934 tanda tangan dari warga.
- Menghentikan pembahasan Izin Lingkungan dan AMDAL baru PT. DPM.
- Mendesak KLHK agar mengevaluasi AMDAL tahun 2005 yang saat ini menjadi acuan operasi pertambangan PT. DPM.
- Kami melaporkan sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT. DPM diantaranya:
- Pembangunan gudang bahan peledak (HANDAK) yang berada di luar IPPKH dan berada di pemukiman penduduk.
- Undang-undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang akan menimbulkan resiko bencana karena berada di patahan gempa renun.
- Perusahaan sudah melakukan konstruksi, merusak hutan lindung dan menggunakan fasilitas publik namun diduga melanggar dan masih menggunakan AMDAL (KK No. KW. 99 PK0071) tahun 2005 yang seharusnya sudah menggunakan AMDAL baru.
- Dugaan pelanggaran masa waktu IPPKH No. 387/Menhut-II/2012, butir ke lima belas yang pada pokoknya menyatakan bahwa izin IPPKH dapat dibatalkan apabila dalam jangka 2 tahun tidak ada kegiatan nyata di lapangan, namun hal ini dilanggar dengan masih diberikannya Izin Operasi.
- Hutan yang akan dieksploitasi oleh PT. DPM merupakan sumber air minum dan irigasi bagi 7 desa di Kecamatan Silima Punggapungga.