Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU) sebagai lembaga yang konsern dalam isu penegakan hukum, HAM dan demokrasi menyesalkan terjadinya kerusuhan antar umat beragama Tanjung Balai, Jumat (29/7/2016). Sebagaimana diberitakan, kerusuhan berujung pada pembakaran dua vihara dan empat kelenteng milik umat Budha. Tindakan intoleran tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap hukum dan konstitusi yang menjadi dasar dalam upaya penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak kebebasan dasar manusia untuk memeluk dan menjalankan ibadahnya berdasarkan agama dan kepercayaan yang dianutnya. BAKUMSU berpendapat tindakan intoleran tersebut merupakan akibat dari sikap pasif dan kelengahan pemerintah daerah dan kepolisian dalam menjaga toleransi antar umat beragama di Tanjung Balai. Seperti kasus-kasus intoleransi lainnya, aparat kepolisian juga tidak hadir ketika korban membutuhkan perlindungan dan jaminan keamanan. Menurut catatan BAKUMSU, kasus kekerasan terhadap kelompok minoritas bukanlah kasus pertama terjadi di Tanjung Balai. Sebelumnya pada 2010 yang lalu, pernah terjadi upaya penurunan patung Budha Amitabha di Vihara Tri Ratna Tanjung Balai oleh pemerintah Kota Tanjung Balai. Tindakan itu dipicu oleh aksi sejumlah ormas Islam yang tergabung dalam Gerakan Islam Bersatu di Kota Tanjung Balai yang mengecam keberadaan Patung tersebut karena dinilai merusak suasana Islami kota Tanjung Balai. Pada saat itu BAKUMSU turut mengecam tindakan tersebut. BAKUMSU menilai bahwa kekerasan tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap instrumen-instrumen hak asasi manusia yang secara yuridis telah dibentuk dan berlaku di wilayah Indonesia, antara lain UUD 1945, UU No 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik dan UU No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Pemerintah mengemban tanggung jawab konstitusional untuk melindungi hak beragama setiap warga negara sebagaimana dimuat dalam pasal 28 F ayat (1) dan (2), pasal 29 ayat (2). Pemerintah juga wajib melindungi hak asasi para korban dengan mengambil tindakan sebagai pemangku kewajiban UU NO. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Untuk itu BAKUMSU mendesak agar:
- Kepala Kepolisian republik Indonesia segera melakukan pengusutan tuntas terhadap kelalaian kepolisian di bawahnya terutama Kapolres Tanjung Balai Kapolsek setempat dan jika terbukti bersalah, segera mencopot yang bersangkutan dari jabatannya.
- Aparat penegak hukum segera mengusut tuntas kasus kekerasan ini dengan menyeret pihak-pihak yang diduga terlibat ke dalam proses hukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
- Pemerintah daerah Tanjung Balai segera mengambil langkah-langkah strategis untuk memastikan pemenuhan, penhormatan dan perlindungan hak-hak korban intolerasi dan jaminan kejadian tidak berulang dan meluas.
- Komnas HAM segera melakukan penyelidikan dan pengusutan dugaan pelanggaran HAM tersebut.