Skip to content
Press Release

Jaksa Penuntut Umum Tidak Konsisten dalam Dakwaan Kriminalisasi Sorbatua Siallagan

Simalungun, 3 Juni 2024 – Sidang kasus kriminalisasi terhadap Sorbatua Siallagan, Ketua Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan, kembali digelar di Pengadilan Negeri Simalungun pada hari Senin (3/6/2024) dengan agenda tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas eksepsi Sorbatua Siallagan.

Sebelumnya, pada sidang 29 Mei 2024, Penasihat Hukum Sorbatua Siallagan mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU yang dinilai tidak cermat dan keliru karena menggunakan dasar hukum yang sudah tidak berlaku, yaitu Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Undang-undang tersebut dinyatakan tidak berlaku berdasarkan aturan peralihan pada Pasal 185 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.

Menanggapi eksepsi tersebut, JPU menyatakan dakwaannya telah tepat dan benar. JPU berdalih bahwa perbuatan terdakwa Sorbatua Siallagan dilakukan pada 7 September 2022, sebelum Perpu Cipta Kerja berlaku pada 30 Desember 2022. Oleh karena itu, JPU tidak menggunakan Perpu Cipta Kerja sebagai dasar hukum dakwaan, melainkan tetap menggunakan UU Cipta Kerja 2020 dengan berlandaskan Asas Non-Retroaktif yang melarang undang-undang berlaku surut.

Namun, Tim Penasihat Hukum Sorbatua Siallagan, Nurleli Sihotang, menilai JPU tidak konsisten. Dalam uraian tindak pidana yang terdapat dalam Dakwaan, JPU menyinggung bahwa Sorbatua Siallagan melanggar ketentuan Pasal 50 ayat 2 huruf b UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan UU No. 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

“Jika JPU ingin konsisten dengan Asas Non-Retroaktif, mengapa dalam uraian tindak pidana yang terdapat dalam dakwaan, Sorbatua dianggap melanggar UU No. 6 Tahun 2023?” Namun dalam pengenaan pasal yang didakwakan JPU kembali ke UU No.11 Tahun 2020, Jadi ini bukti inkonsistensi JPU dalam Dakwaan dan Replik, Kata Nurleli.

Uraian tindak pidana tersebut tersebut dapat diakses di website Pengadilan Negeri Simalungun: https://sipp.pn-simalungun.go.id/index.php/detil_perkara

Nurleli menegaskan bahwa meskipun hukum Indonesia menganut Asas Non-Retroaktif, hal tersebut tidak membenarkan penggunaan dasar hukum yang sudah tidak berlaku. Ia menambahkan bahwa UU Cipta Kerja 2020 bahkan sudah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tertanggal 25 November 2021.

Di luar ruang sidang, aksi dukungan dari masyarakat adat dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL mewarnai jalannya persidangan. Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan telah mendiami wilayah adat mereka sejak tahun 1700-an, jauh sebelum Republik Indonesia merdeka pada tahun 1945. Namun, pada tahun 1982, pemerintah menetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan hutan dan memberikan izin konsesi hutan kepada PT.TPL di tahun 1993.

Ironisnya, Surat Dakwaan JPU malah mendakwa Sorbatua Siallagan membakar hutan dan menduduki kawasan hutan tanpa izin. JPU sama sekali tidak mempertimbangkan bahwa Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan telah berdiam di wilayah itu jauh sebelum izin konsesi PT.TPL diberikan negara.

Mari dukung Sorbatua Siallagan dan perjuangkan hak-hak masyarakat adat!

Kontak:
Audo Sinaga S.H. (Kuasa Hukum Sorbatua Siallagan) – [0812-6327-2815]

Legal and human rights empowerment for social and ecological justice

bakumsu@indo.net.id

BAKUMSU

Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara

Jalan Bunga Kenanga No. 11 D,

Kelurahan Padang Bulan Selayang II

Kecamatan Medan Selayang, Medan 20156

en_GBEN