Skip to content

Press Release

Keadilan Timpang: Pejuang Adat Sihaporas Divonis, Korporasi Dibiarkan

[Simalungun] – Pada hari ini, 16 Januari 2025, Pengadilan Negeri Simalungun telah mengeluarkan putusan atas kasus yang melibatkan empat pejuang adat Sihaporas, yakni Thomson Ambarita, Jonny Ambarita, Parando Tamba, dan Giovani Ambarita. Kasus ini mencerminkan konflik berkepanjangan antara PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan masyarakat adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (LAMTORAS).

Dalam sidang yang berlangsung, hakim menjatuhkan vonis sebagai berikut:

  • Perkara 376:
    1. Jonny Ambarita divonis 1 tahun penjara.
    2. Giofany Ambarita divonis 8 bulan penjara.
    3. Parando Tamba divonis 8 bulan penjara.
  • Perkara 377:
    1. Thomson Ambarita divonis 1 tahun penjara.
  • Perkara 378:
    1. Jonny Ambarita divonis 1 tahun 2 bulan penjara.

Namun, vonis tersebut menuai kekecewaan dari tim penasihat hukum masyarakat adat.

Hendra Sinurat, salah satu penasihat hukum pejuang adat, menyatakan bahwa pada Prinsipnya memang kalau kita lihat mereka dinyatakan bersalah. “Pada prinsipnya kami kecewa. Ini membuktikan memang secara perspektif majelis hakim masih legalistik formal.” Ujar Hendra. Kekecewaan terhadap putusan tersebut disebabkan karena hakim sama sekali tidak mempertimbangkan keterangan ahli yang dihadirkan oleh penasihat hukum.

Sampai saat ini tim penasihat hukum masih menunggu Salinan putusan untuk dibaca secara komprehensif. “Salinan ini akan kita baca secara lengkap dan diskusikan bersama masyarakat agar keputusan apakah nanti banding atau tidak, menjadi relevan.” Ujar Hendra

Kronologi Singkat

Pada dini hari 8 Juli 2024, empat pejuang adat Sihaporas—Thomson Ambarita, Jonny Ambarita, Parando Tamba, dan Giovani Ambarita—ditangkap secara paksa. Mereka kemudian didakwa atas tuduhan pengeroyokan dan kekerasan terhadap barang atau orang sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP. Penangkapan ini merupakan kelanjutan dari konflik berkepanjangan antara masyarakat adat Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (LAMTORAS) dan PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Masalah bermula pada 18 Juli 2022, ketika Samuel Sardiaman Sinaga, perwakilan PT TPL, menuduh masyarakat adat Sihaporas melakukan pembakaran hutan, pemasangan paku di jalan, dan menolak pengakuan atas tanah leluhur mereka. Pernyataan ini memicu kemarahan masyarakat adat yang lantas melakukan aksi blokade jalan di wilayah Buntu Pangaturan, Sihaporas. Situasi memanas ketika sebuah truk pengangkut kayu milik PT TPL mencoba menerobos blokade, hampir mencelakai warga.

Alih-alih menyelesaikan konflik secara damai, PT TPL justru melibatkan aparat kepolisian yang bertindak represif. Dengan dukungan sekitar 50 personel dan alat berat seperti gergaji mesin, mereka merusak blokade dan memicu bentrokan. Bahkan, seorang perempuan adat, Nurinda Napitu, mengalami ancaman langsung dari pekerja PT TPL yang mengarahkan gergaji mesin kepadanya.

Ketegangan kembali memuncak pada 14 Mei 2024, ketika Samuel Sardiaman Sinaga melakukan tindakan provokatif dengan menghina leluhur masyarakat adat, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Dalam sebuah insiden, Samuel bahkan menabrak seorang perempuan adat, Nurinda Napitu, menggunakan sepeda motor, yang mengakibatkan luka-luka. Tindakannya diperburuk dengan membawa senjata tajam (klewang) dan mengancam keselamatan masyarakat.

Tindakan agresif dan provokatif dari Samuel Sinaga serta pendekatan represif oleh aparat memperburuk situasi dan menimbulkan rasa tidak aman bagi masyarakat adat. Akibat dari perlawanan masyarakat terhadap intimidasi tersebut, Thomson dan Jonny Ambarita kini menghadapi dakwaan serius, memperlihatkan bagaimana kriminalisasi terhadap pejuang adat menjadi senjata untuk melemahkan perjuangan masyarakat mempertahankan tanah leluhur mereka.

Legal and human rights empowerment for social and ecological justice

bakumsu@indo.net.id

BAKUMSU

Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara

Jalan Bunga Kenanga No. 11 D,

Kelurahan Padang Bulan Selayang II

Kecamatan Medan Selayang, Medan 20156

en_GBEN