Press Release
Kemenangan dari Mahkamah Agung Bagi Masyarakat Terdampak Pertambangan di Sumatera Utara

Poin-poin penting:
- Masyarakat setempat telah bertahun-tahun bekerja untuk menghentikan tambang Dairi Prima Mineral (DPM) di Sumatera Utara, yang menimbulkan risiko ekstrem bagi desa-desa di sekitarnya dan lingkungan hidup.
- Fasilitas penyimpanan limbah, atau bendungan tailing, yang akan dibangun di lokasi tersebut merupakan menjadi perhatian khusus – para ahli pertambangan mengatakan bahwa hampir pasti akan gagal, yang dapat melepaskan lebih banyak lebih dari 1 juta ton lumpur dan limbah beracun ke desa-desa terdekat.
- Terancam masyarakat menentang izin lingkungan untuk tambang yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan membawa kasus mereka ke Mahkamah Agung.
- Pada tanggal 12 Agustus 2024, Mahkamah Agung memutuskan untuk memenangkan masyarakat, menyimpulkan bahwa dalam memberikan izin, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah gagal menerapkan tata kelola yang baik, dan bahwa persetujuan lingkungan hidup harus dicabut
Mahkamah Agung Republik Indonesia telah memutuskan untuk mendukung masyarakat di Sumatera Utara yang telah bertahun-tahun berjuang menghentikan pembangunan tambang Dairi Prima Mineral, yang oleh para ahli internasional independen dianggap sebagai bencana yang tinggal menunggu waktu saja.
Fasilitas penyimpanan limbah, atau bendungan tailing, yang akan dibangun di lokasi tersebut menjadi perhatian khusus-para ahli pertambangan mengatakan bahwa bendungan tersebut hampir pasti akan gagal, yang dapat melepaskan lebih dari 1 juta ton lumpur dan limbah beracun ke desa-desa di sekitarnya
”Menurut Tongam Panggabean, direktur BAKUMSU, LSM pendukung masyarakat yang memberi bantuan hukum, “Para ahli kelas dunia telah memberikan kesaksian tentang bahaya bawaan pada tambang DPM yang diusulkan. Namun pada tahun 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan Persetujuan Lingkungan. Dengan Indonesia yang mengatakan akan menjadi pusat pertambangan dan manufaktur untuk transisi energi bersih[1], hal ini sangat mengerikan. Setidaknya Mahkamah Agung telah membantu melindungi masyarakat, lingkungan dan sedikit reputasi Indonesia
Masyarakat yang terancam telah mengajukan gugatan hukum terhadap DPM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada akhir tahun 2022, setelah mengetahui bahwa persetujuan lingkungan telah diberikan. Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara mendukung pengaduan masyarakat dan memerintahkan agar persetujuan tersebut dibatalkan. Namun, Kementerian dan operator tambang, Dairi Prima Mineral, mengajukan banding atas keputusan tersebut ke Pengadilan Tinggi (Tata Usaha Negara) , yang kemudian memenangkan mereka. Merasa tidak puas dengan putusan Pengadilan Tinggi, masyarakat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, yang pada tanggal 12 Agustus 2024 mengeluarkan putusan yang memperkuat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara bahwa tambang tersebut berada di kawasan rawan bencana, tidak adanya partisipasi warga dan asas keterbukaan, bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, Pelanggaran Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Mahkamah Agung menguatkan kembali bahwa Persetujuan Lingkungan DPM dicabut.
Optimisme kehati-hatian
Keputusan pengadilan merupakan sumber harapan bagi para penggugat dalam kasus ini dan masyarakat yang terkena dampak tambang. Namun, .DPM telah berjanji untuk melakukan Peninjaun Kembali atas keputusan tersebut dan mengatakan akan terus melanjutkan pembangunan tambang meskipun ada keputusan tersebut.
Masyarakat juga sangat terpukul ketika mengetahui bahwa beberapa bulan yang lalu, sebuah perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah Cina telah mengumumkan bahwa mereka akan menyediakan dana ratusan juta dolar Amerika untuk membantu proyek tersebut berjalan, bahkan ketika gugatan hukum mereka sedang berlangsung di Mahkamah Agung[2]. Masih harus dilihat bagaimana para pemodal dan investor proyek menanggapi keputusan yang terbaru/terakhir yang semestinya memberi mereka waktu jeda
Marlince Sinambela, seorang pengadu dalam kasus yang menentang Persetujuan Lingkungan Hidup, dari desa Bongkaras mengatakan: “kami terkejut ketika pada tahun 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan persetujuan lingkungan kepada DPM. Kami terkejut lagi ketika sebuah perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah Cina setuju untuk membiayai DPM. Dengan rencana bendungan tailing yang akan runtuh dan berpotensi membunuh kami, kami sangat berharap keputusan Mahkamah Agung akan menghentikan kebodohan ini”
Ia menambahkan: “Saya masih belum tenang. Pemerintah dan perusahaan, mungkin akan mencoba untuk menantang, mengabaikan atau menyiasati keputusan Mahkamah Agung. Jika DPM melanjutkan rencana bencana mereka, kami akan terus menentang. Kami tidak punya pilihan. Hidup kami, mata pencaharian kami dan budaya kami terancam. Kami ingin pemerintah berhenti mendukung tambang yang akan membunuh kami. Kami ingin para pemodal berhenti mendanai DPM”
Tongam Panggabean dari Bakumsu mengatakan, “Sekarang sudah jelas bahwa tambang yang direncanakan oleh DPM berbahaya dan ilegal. Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa persetujuan lingkungan tidak sah. Perusahaan-perusahaan Cina dan para pemodal Cina setidaknya harus menghormati keputusan Mahkamah Agung ini.”
Perwakilan masyarakat, Mangatur Lumban Toruan, mengatakan “ada kemungkinan para pemodal Tiongkok sebelumnya kurang informasi. Sekarang Mahkamah Agung telah menjelaskan – Pembangunan lebih lanjut dari tambang ini melanggar hukum. Pemerintah dan para pemodal harus menarik dukungan mereka.”
Bencana yang berpotensi akan terjadi
Kabupaten Dairi berada di salah satu wilayah yang paling aktif secara seismik di dunia. Akibat letusan gunung berapi sebelumnya, lembah-lembah mengandung endapan tebal abu vulkanik yang tidak terkonsolidasi. Di atas material inilah DPM mengusulkan bendungan tailing. Para ahli hidrologi tambang dan insinyur sipil terkemuka di dunia telah menyimpulkan bahwa bendungan tailing hampir pasti akan bocor atau jebol[3]. Kebocoran serupa di tempat lain di dunia, telah menyebabkan hilangnya ratusan nyawa dan rusaknya ekosistem sungai hingga ke laut.
”Mangatur Lumban Toruan, seorang warga masyarakat yang tinggal di desa Sumbari mengatakan: “dunia tahu apa yang terjadi ketika bendungan tailing dibangun di atas tanah yang tidak stabil. Bendungan itu akan membunuh orang. Bendungan tersebut akan menghancurkan lingkungan.” Ia menambahkan: “Semua tanah datar di daerah itu tidak stabil. Kami tahu ini. Kami tinggal di sana. Kami memiliki para ahli dunia yang setuju dengan kami, mendukung analisis mereka dengan data. Sungguh konyol bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan persetujuan lingkungan.”
”Tongam Panggabean mengatakan: “Jebolnya bendungan tailing di Brasil pada tahun 2015 menewaskan 272 orang dan mengakibatkan BHP , perusahaan tambang terbesar di dunia, menawarkan $25,7 Milyar dolar sebagai kompensasi atas jebolnya bendungan tailing.[4]”
Dia menambahkan: “Sangat memalukan melihat pemerintah Indonesia membiarkan terjadinya bencana seperti ini, sementara pemerintah juga mengklaim bahwa Indonesia akan menjadi pusat pertambangan yang bertanggung jawab dan produksi baterai untuk transisi energi bersih”.
Sebuah uji litmus bagi masa depan Indonesia sebagai pusat pertambangan mineral yang bertanggung jawab
Dr. Steven Emerman, seorang konsultan lingkungan tambang dengan pengalaman 40 tahun, dan yang telah meninjau rencana DPM berkomentar: “Kasus DPM harus dilihat sebagai pepatah ‘burung kenari di tambang batu bara’. Di seluruh dunia kita melihat bencana pertambangan, terutama di mana terdapat tata kelola yang buruk tanpa konsultasi masyarakat yang memadai. Sangatlah penting bagi pengadilan untuk memainkan perannya dalam memastikan bahwa pemerintah melindungi masyarakat dan lingkungan. Sangat menggembirakan melihat Mahkamah Agung Indonesia bertindak dengan penuh tanggung jawab.
“Saya telah mengatakan sebelumnya, tambang DPM yang diusulkan adalah kasus terburuk yang pernah saya lihat. Pengabaian yang mencolok terhadap kehidupan masyarakat dan lingkungan sangat mengejutkan. Jika tambang DPM diizinkan untuk dilanjutkan, perusahaan manufaktur manapun yang mencari mineral untuk transisi energi bersih harus pergi dari Indonesia,” kata Emerman, menambahkan: “Jika keputusan Mahkamah Agung tidak dilaksanakan, hal ini menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia tidak memiliki kemauan untuk memastikan perlindungan lingkungan dan hak asasi manusia yang terkait dengan pertambangan.”
“Namun kemudian kita melihat pernyataan publik DPM dan NFC[5] yang mengatakan bahwa mereka akan melakukan ‘proses bebas tailing’,” kata Emerman. “Ada upaya di industri pertambangan untuk menghindari kata ‘tailing’ dan ‘bendungan’. Ini adalah greenwashing. Masyarakat tidak boleh disesatkan. Satu-satunya cara untuk menghindari tailing adalah dengan mengubah seluruh kandungan bijih menjadi produk yang dapat dipasarkan. Rencana tersebut tidak pernah dilakukan dan tidak mungkin dilakukan oleh tambang DPM, karena tailing akan menjadi racun. Bendungan tailing, apa pun sebutannya, harus dibangun dalam kasus seperti ini. Dan bendungan tailing sangat berbahaya jika berada di daerah dengan curah hujan tinggi, daerah yang aktif secara seismik, dan dibangun di atas fondasi yang tidak stabil – yang semuanya ada pada kasus DPM.
Contact:
- Perwakilan komunitas dapat dihubungi melalui Ibu Monica Siregar Ph: +62 0823 6216 2928; email add: monicasiregar53@gmail.com.
Bahasa: Bahasa Indonesia
- Mr Tongam Panggabean. Director, BAKUMSU.
Bahasa : Batak Toba, Indonesian, English (Tongam is available to translate for community representatives from Indonesian to English), Ph: +62 82168865578; email add: tongam.bakumsu@gmail.com
- Dr. Steven Emerman, mine hydrologist and owner of Malach Consulting, Ph: 1-801-921-1228, Email: SHEmerman@gmail.com . Languages: English. Time Zone: USA, Mountain Daylight Time (GMT-6)
[1] Transisi energi bersih” mengacu pada penghentian penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap dan menggantinya dengan teknologi yang lebih bersih seperti tenaga surya dan tenaga angin, yang membutuhkan sejumlah besar mineral, di mana litium, nikel, kobalt, dan mangan menjadi yang paling signifikan. Seng juga diperkirakan akan semakin banyak digunakan dalam baterai dan terus digunakan untuk menggembleng, terutama pada rangka kendaraan listrik baru.
[2] Ketika kasus di Mahkamah Agung sedang dalam proses, Carren Holdings Corporation Limited, sebuah perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh CNIC Corporation Limited, yang pada akhirnya dikendalikan oleh State Administration of Foreign Exchange (SAFE) China, meminjamkan USD245 juta kepada DPM untuk pengembangan proyek tambang seng dan timbal di dekat Parongil, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara
[3] Untuk laporan dan informasi lebih lanjut, lihat https://bakumsu.or.id/advokasi-tambang/ (tersedia dalam versi bahasa Indonesia dan Inggris).
[4] https://www.theguardian.com/business/2024/apr/29/mining-firm-bhp-brazil-dam-vale-samarco
[5] Sumber : http://file.finance.sina.com.cn/211.154.219.97:9494/MRGG/CNSESZ_STOCK/2024/2024-8/2024-08-19/10384364.PDF . See also https://voi.id/en/economy/408688
BAKUMSU
Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara
Jalan Bunga Kenanga No. 11 D,
Kelurahan Padang Bulan Selayang II
Kecamatan Medan Selayang, Medan 20156
Design by Robby Fibrianto Sirait