Press Release
Kriminalisasi Masyarakat Adat Masif di Sumatera Utara: Sidang Perdana Thomson dan Jonny Ambarita

(Simalungun, 5 November 2024) Sidang perdana kasus kriminalisasi masyarakat adat Lembaga Adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) Thomson Ambarita dan Jonny Ambarita digelar di Pengadilan Negeri Simalungun. Setelah empat bulan ditahan di Polres Simalungun, dua anggota masyarakat adat Sihaporas menjalani sidang dengan agenda sidang kali ini adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Jonny Ambarita dan Thomson Ambarita, dua dari empat warga adat Sihaporas yang dilaporkan diculik oleh orang tak dikenal pada 22 Juli 2024 pukul 3 dini hari.
Saat persidangan berlangsung, masyarakat adat Sihaporas turut mengawal dengan aksi di luar gedung pengadilan. Mereka membawa berbagai poster yang berisi tuntutan pembebasan saudara mereka, menunjukkan solidaritas dan dukungan penuh kepada Jonny dan Thomson. Aksi ini juga menjadi bentuk protes terhadap kriminalisasi masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas tanah leluhur mereka.
Dalam dakwaannya, JPU menuduh Jonny dan Thomson melanggar Pasal 170 ayat 2 subsider pasal 170 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum, yang diancam pidana 5 tahun 6 bulan penjara hingga beberapa tahun. Mereka juga dikenakan pasal subsider Pasal 406 KUHP terkait pengerusakan.
Kasus ini berawal dari sebab akibat dari konflik lahan yang telah lama berlangsung antara masyarakat adat Sihaporas dan PT Toba Pulp Lestari (TPL). Keempat warga Sihaporas ditangkap pada 22 Juli 2024 setelah sebuah insiden di Desa Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Simalungun. Pada saat penangkapan, masyarakat adat tersebut diduga mengalami kekerasan dan intimidasi oleh sekelompok orang tak dikenal yang diduga memiliki keterkaitan dengan perusahaan. Konflik ini terjadi karena sampai hari ini masyarakat adat tetap mempertahankan tanah leluhur mereka yang diklaim oleh perusahaan sebagai konsesi.

Pengacara terdakwa, Boy Raja Marpaung dari Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN) , menyatakan bahwa tuduhan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. “Klien kami adalah korban kriminalisasi akibat konflik tanah adat. Tuduhan yang dilayangkan tidak sejalan dengan fakta yang terjadi,” ujar Boy usai ppersidangan
Mersy Silalahi, istri Thomson Ambarita menyampaikan bahwa ini kali kedua suaminya dituduh sebagai kriminal padahal yang dilakukan suaminya hanya mempertahankan tanah leluhur mereka. “Ini tuduhan yang selalu kami terima sebagai masyarakat adat. Padahal kami hanya bertani tapi selalu dihantui ancaman dan intimidasi.”
Contact:
Boy Raja Marpaung: 0852-7000-7033
BAKUMSU
Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara
Jalan Bunga Kenanga No. 11 D,
Kelurahan Padang Bulan Selayang II
Kecamatan Medan Selayang, Medan 20156
Design by Robby Fibrianto Sirait