Skip to content
Home » Menuju Hari Tani Nasional 2020, “Awas Omnibus Law: Kedaulatan Rakyat Diobral”

Menuju Hari Tani Nasional 2020, “Awas Omnibus Law: Kedaulatan Rakyat Diobral”

(Medan, 21 September 2020) Wacana disahkannya Rancangan Undang-undang Omnibus Law di tengah pandemi covid-19 menjadi ancaman serius bagi Rakyat Indonesia secara keseluruhan. Karenanya, Akumulasi Kemarahan Buruh dan Rakyat Sumatera Utara (AKBAR) Sumatera Utara menyuarakan sikap menolak secara keseluruhan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja “GAGALKAN OMNIBUS LAW #jegalsampaigagal” melalui konferensi pers sebagai bentuk sikap penolakan Rakyat Sumatera Utara terhadap Omnibus Law. Konferensi Pers yang dilaksanakan di LBH Medan, pukul 10.00 WIB ini, merupakan agenda persiapan menuju Hari Tani Nasional 2020, 24 September 2020.

Rancangan Undang-Undang ini disinyalir akan meringkus pasal-pasal dari sekitar 79-an UU (Undang-Undang) yang mencakup 11 klaster seperti penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengendalian lahan, kemudahan proyek Pemerintah, dan kawasan ekonomi khusus. Cakupan Undang-Undang ini pun sangat besar, Tak bisa dibayangkan, untuk membahas 79 UU dengan 1.244 Pasal tentu sangat membatasi kesempatan anggota Parlemen untuk memperdebatkannya dan mengujinya lebih dalam. Kabarnya, UU ini bertujuan untuk mengatasi berbagai UU yang saling bertentangan atau tumpang tindih. Namun, jika dibahas dan direvisi satu persatu akan memakan waktu selama lima puluh tahun. Namun, persoalannya adalah bahwa Petani, Buruh, Masyarakat Adat, Nelayan, Pelajar dan Perempuan serta segala sumber-sumber agraria semakin dijadikan objek eksploitasi.

Wacana akan disahkannya Omnibus Law akan mengancam dan merampas kedaulatan rakyat di sektor manapun. Di sektor agraria, akan menjadi kontra produktif dengan semangat UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) hingga membajak atau menghilangkan semangat UUPA. Omnibus Law berpeluang mendisharmonisasi peraturan perundang-undangan yang menyangkut agraria yang sudah ada selama ini, mereduksi norma, nilai-nilai dan kaidah yang sudah ada sehingga menciptakan ketidak-pastian hukum, berpotensi menghilangkan efektivitas dan efisiensi dalam implementasinya serta mempermudah perampasan dan monopoli tanah, air, dan kekayaan alam lainnya untuk segelintir orang, investor, serta kelompok bisnis. Di momentum Hari Tani Nasional 2020 yang juga sebagai peringatan hari lahirnya UUPA 1960, AKBAR Sumut menyampaikan bahwa jika Omnibus Law disahkan, menjadi pintu bagi hilangnya kedaulatan rakyat atas sumber-sumber agraria, untuk melanggengkan eksploitasi sekelompok orang terhadap sumber-sumber agraria yang akan memasifkan eksploitasi segelintir orang terhadap ratusan juta Rakyat Indonesia menuju perbudakan modern abad 21.

Alinafiah (Kepala Divisi Sumber Daya Alam – LBH Medan)
“Konferensi pers ini merupakan rangkaian dari persiapan HTN (Hari Tani Nasional) yang jatuh pada 24 September 2020, AKBAR Sumut dalam hal ini menyerukan kepada Pemerintah Sumatera Utara untuk menyelesaikan konflik-konflik agraria, sekaligus melakukan kampanye penolakan terhadap Omnibus Law. Karena, Omnibus Law adalah pintu bagi adanya perampasan tanah yang akan berpotensi terjadi di masa depan. Sejatinya sejak pembahasan yang minim partisipasi rakyat, tertutup, nah, ternyata isinya pun mengarah pada penghancuran demokrasi kearah otoritarianisme.”

Hawari Hasibuan (Koordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria – Sumatera Utara)
“Rakyat akan semakin terpinggirkan, hak atas tanah rakyat akan hilang, dan Rakyat Indonesia akan dijadikan kuli. Momentum hari tani nasional 2020, menjadi unik, karena 60 tahun sudah UUPA 1960 ada, namun sampai saat ini, rakyat masih belum berdaulat atas sumber-sumber agraria, justru konflik agraria masih langgeng terjadi tanpa henti, perampasan-perampasan tanah masih rutin terdengar. Adanya niat segera disahkannya RUU Omnibus Law tidak bisa kita bayangkan bagaimana nanti konflik-konflik agraria terus terjadi dan berpotensi akan banyaknya angka konflik agraria di Indonesia terkhusus di Sumatera Utara. Sebab Omnibus Law juga memperpanjang ketimpangan agraria yang masih berlangsung hingga sekarang dengan memperpanjang masa waktu HGU (Hak Guna Usaha) menjadi 90 tahun.”

Rianda Purba, Manajer Kajian dan Advokasi WALHI Sumatera Utara, mengatakan bahwa Omnibus Law adalah pintu bagi iklim investasi di banyak sektor, Omnibus Law akan mengobral aturan demi kemudahan investasi. Seperti dalam hal perizinan di sektor agraria, sumber daya alam, lingkungan hidup, penataan ruang, pertambangan Mineral dan Batubara, kehutanan, pertanian, kelautan dan perikanan, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, keanekaragaman hayati, ketenagalistrikan, dan administrasi pemerintahan. “Selama ini, konflik agraria, konflik tenurial di kawasan hutan, dan konflik sumber daya alam lainnya saja sudah berdampak pada petani, masyarakat adat, nelayan, tentu disahkannya RUU Omnibus Law akan memperparah kondisi tersebut. Di Omnibus Law beberapa aturan penting dalam penegakan lingkungan dan sumberdaya alam dan agraria dihapus total seperti amdal yang dihapuskan, izin lingkungan hidup dan kehutanan yang dipermudah, kemudaan pengadaan lahan dan penggunaan kawasan hutan, serta kemudahan proyek pemerintah. Dan kewenangannya hanya akan diatur dengan peraturan pemerintah. Hal tersebut diperparah lagi bahwa semua perizinan tidak lagi melibatkan peran masyarakat secara partisipatif, termasuk dalam pemberian atau perpanjangan izin perkebunan, pertambangan, atau industri ekstraktif lain yang kewenangannya hanya ada di tangan pemerintah pusat.”

Martin Luis (Ketua Kesatuan Perjuangan Rakyat) menambahkan bahwa bagi AKBAR Sumut, Omnibus Law hanya bertujuan untuk semakin memfasilitasi Kaum modal (baik Internasional maupun Nasional) yang terus mencari cara untuk keluar dari Krisis yang tak kunjung selesai. Dengan menggagas Revolusi 4.0, Negara-negara Imperialis terus mencari jalan untuk mengalirkan modalnya ke Negara-negara berkembang melalui Kerjasama Ekonomi, investasi serta dengan menjebak Negara dunia ketiga dengan politik Hutang Luar Negeri. Indonesia yang sejatinya sebagai Negara berkembang, sejak berjalannya Program MP3EI pada tahun 2011 ternyata tidak mampu menarik Negara-negara Imperialis untuk berinvestasi, melainkan telah terjebak pada pembangunan infrastruktur yang menelan banyak anggaran tetapi tidak bisa menarik Investasi (Infrastuktur Trap).
“Hal tersebut hanya ditujukan demi melayani kepentingan modal asing untuk merampok dan menindas Rakyat Indonesia, ditengah Pandemi Global Covid 19 dimana Jumlah Korban di Indonesia semakin meningkat tajam, Pemerintah bukannya fokus menangani dan memerangi serangan Virus Covid 19, Rezim Jokowi – Ma’ruf Amin bersama dengan DPR-RI justru berencana bergegas untuk MENGESAHKAN Omnibus Law RUU Cipta Kerja demi memuluskan arus modal asing untuk terus merampok Kekayaan Alam dan Manusia Indonesia.”

Halim Sembiring (Staff Advokasi – Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara – Bakumsu)
“Omnibuslaw mengkhianati cita-cita reforma agraria yang tertuang dalam UUPA dan jika pemerintah DPR RI tetap mengesahkan, gelombang perlawanan yang sudah ada akan menyebar seperti seri infeksi pandemi yang tak berkesudahan, karena AKBAR Sumut merupakan bagian dari gelombang perlawanan yang dilakukan di seluruh Indonesia. Pada tanggal 24 September 2020 mendatang, 2000-an masa aksi petani, masyarakat adat, buruh, mahasiswa, perempuan dan elemen organisasi masyarakat sipil akan turun ke jalan untuk menggagalkan RUU Omnibus Law di momentum HTN 2020”

Beberapa poin yang sangat berbahaya dalam RUU Cipta Kerja dengan metode Omnibus Law adalah hilangnya perlindungan dan pemenuhan hak-hak rakyat, hilangnya upah minimum dan penerapan upah kerja per jam, pengurangan Pesangon bagi buruh yang ter-PHK, penerapan Fleksibilitas Pasar kerja dengan memperluas Penggunaan Sistem Kontrak dan Outsourcing, massifnya pembangunan industry ekstraktif yang mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber-sumber agraria, memberikan kesempatan bagi Tenaga Kerja Asing (TKA) Unskill untuk bekerja di alur produksi inti, hilangnya tangungjawab Negara untuk menyelenggarakan jaminan sosial bagi rakyat, melegalkan praktek perampasan tanah rakyat, melegalkan praktek pencemaran lingkungan, hingga memasifkan praktek komersialisasi pendidikan.

Di Sumatera Utara, konflik agraria santer terdengar tanpa henti. Sejak 3 bulan lalu, Ratusan petani Simalingkar dan Sei Mencirim harus berjalan kaki menuju Istana Negara menjemput keadilan terhadap mereka yang tanahnya dirampas perusahaan plat merah PTPN II. Konfilik ini tak henti-hentinya terjadi, Sepanjang tahun 2013-2017 terjadi setidaknya 53 kasus konflik agraria di areal eks-HGU PTPN II (Data KontraS Sumut 2017). WALHI Sumatera Utara mencatat, ada 32 areal kelola rakyat di Sumatera Utara masih berkonflik yang berkepanjangan dengan perkebunan, dan sangat rentan akan terjadinya perampasan atau penggusuran, paling banyak konflik terjadi adalah dengan PTPN II. Konsorsium Pembaruan Agraria mencatat di Sumatera Utara, ada 23 konflik Agraria telah terjadi di sepanjang tahun 2019 lalu. Konflik agraria di Sumatera Utara terus berlangsung tanpa mengenal henti terus mengakibatkan Petani dan Masyarakat Adat sebagai korban. Bagaikan menemukan jarum di tumpukan jerami untuk menuju penyelesaian konflik Agraria, bahkan, pada awal September 2020 lalu hingga sekarang, PTPN II melakukan perampasan tanah kebun holtikultura milik Rakyat Penunggu Kampong Pertumbukan, Kec. Wampu, Kab. Langkat.

Bahwa sudah saatnya Rakyat Indonesia bangkit dengan kesadaran KRITIS, bahwa Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah salah satu bentuk regulasi yang akan mengancam seluruh sektor-sektor rakyat. Praktek-praktek liberalisasi ekonomi, komersialisasi dan privatisasi tanah serta kapitalisasi sumber-sumber agraria akan semakin massif jika RUU Sapu jagat ini diloloskan oleh Pemerintah dan DPR RI.
Dengan ini, kami Akumulasi Kemarahan Buruh dan Rakyat Sumatera Utara- menyerukan pada segenap Rakyat untuk menuntut:

• Tolak & Gagalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja
• Lawan Segala Bentuk Penggusuran dan Perampasan Tanah Rakyat.
• Bubarkan PTPN II Karena Pelaku Perampasan Tanah Rakyat
• Segera Sahkan RUU Perlindungan Masyarakat Adat
• Segera Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
• Tolak Kenaikan Iuran BPJS
• Berikan Upah Layak Nasional
• Lawan Kapitalisasi Pendidikan
• Wujudkan Jaminan Sosial Bagi Seluruh Rakyat (Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Agraria, dll)
• Jalankan Tugas Pengawasan & Tindak Tegas Pelanggaran Ketenagakerjaan Yang Dilakukan Pengusaha-Pengusaha Nakal
• Bentuk Perda (Peraturan Daerah) Ketenagakerjaan untuk melindungi Upah Buruh dan Hak Berserikat.
• Tolak Tambang yang merugikan Rakyat Sumatera Utara.
• Tolak Konsep Pendidikan Merdeka Belajar Dari Mendikbud Nadiem Makarim Yang Bertujuan Untuk Meliberalisasikan Pendidikan Indonesia.
Jalan keluar untuk kesejahteraan Rakyat Indonesia:
• Wujudkan Reforma Agraria Sejati (Land Reform: Tanah Untuk Rakyat)
• Wujudkan Jaminan Sosial Bagi Seluruh Rakyat (Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Agraria, dll)
• Nasionalisasi Asset Vital Yang Menguasai Hajat Hidup Orang Banyak Di Bawah Kontrol Rakyat
• Bangun Industri Nasional Dari Hulu Sampai Ke Hilir Yang Kuat Dan Mandiri
• Wujudkan Pendidikan Gratis, Ilmiah, Demokratis Dan Bervisi Kerakyatan
• Bangun Partai Massa Rakyat Sebagai Alat Persatuan Segenap Rakyat Tertindas Untuk Pembebasan Nasional Melawan Kapitalisme Dan Imperialisme.

Hormat Kami
AKUMULASI KEMARAHAN BURUH & RAKYAT SUMATERA UTARA (AKBAR SUMUT)
1. Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI)
2. Konsorsium Pembaruan Agraria Wilayah Sumatera Utara (KPASUMUT)
3. Federasi Perjuangan Buruh Indonesia Sumatera Utara (FPBI-SUMUT)
4. Kesatuan Perjuangan Rakyat Sumatera Utara (KPR-SUMUT)
5. Serikat Petani Simalingkar Bersatu (SPSB)
6. Serikat TaniMencirim Bersatu (STMB)
7. Serikat Petani Serdang Bedagai(SPSB)
8. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Daerah Sumatera Utara (WALHISUMUT)
9. Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (EW-LMND)Sumatera Utara
10. Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI MEDAN)
11. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat Fisip Universitas Dharma Agung
12. Badan Otonom Pers Mahasiswa Wacana (BOPM WACANA)
13. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI MPO)
14. Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Sumatera Utara (KONTRAS SUMUT)
15. Lembaga Bantuan Hukum Medan (LBHMEDAN)
16. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara(BAKUMSU)
17. Hutan Rakyat Institute (HaRI)
18. Perempuan Hari Ini (PHI)
19. Cangkang Queer
20. Medan Rapper Community
21. Bina Ketrampilan Desa (BITRA) Indonesia
22. Aliansi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan (SIKAP)
23. Yayasan Diakonia PelangiKasih
24. Sahdar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

en_GBEN