Selasa (07/02/2017), masyarakat adat dari komunitas Lumban Rajagukguk, Tungko Nisolu, di Desa Parsoburan Barat Kec. Habinsaran Kab. Toba Samosir kembali dikriminalisasi oleh salah satu perusahaan besar yang ada di Tobasa. Sidang yang dilakukan di Pengadilan Negeri Balige, Senin (6/02), dipimpin oleh Ketua Majelis, Syafrul P Batubara S.H., M.H. merupakan sidang lanjutan untuk mendengar dakwaan atau tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa.
Korban bernama Dirman Rajagukguk (53) dilaporkan oleh PT. Toba Pulp Lestari (PT.TPL) dengan alasan penebangan pohon di atas lahan konsesi PT. TPL. Padahal, dari pengakuan masyarakat berdasarkan sejarah, hutan itu adalah milik masyarakat adat Lumban Rajagukguk yang sudah dikuasai selama ratusan tahun, sebelum Indonesia merdeka.
Dari penjelasan korban, papan diambil dari di wilayah adat yang sudah dipetakan oleh masyarakat secara partisipatif. “Saya tidak memiliki alat ataupun mesin pemotong kayu, saya mendapatkannya dari jurang dan mengambil papan itu karena sudah lama ada di sana dan tidak ada yang punya. Papan itu akan saya gunakan untuk memperbaiki rumah dan tempat ternak.” Katanya.
Menurut Jefri Sihotang S.H. selaku kuasa hukum terdakwa, menjelaskan bahwa masyarakat hukum adat telah diakui oleh negara berdasarkan UUD Pasal 18 B ayat 2, UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan Pasal 67 ayat 1, dan Putusan MK No. 35/PUU-X/2012. “Kita harus memperjuangkan masyarakat adat yang terus dikriminalisasi oleh perusahaan, mereka adalah rakyat yang harus dilindungi.” Tambahnya.
Dirman Rajagukguk menegaskan bahwa akan terus berjuang, meski berujung dibalik jeruji. “Saya akan memperjuangkan hak dan tanah leluhur.” Tegasnya. (Lasron)