Rangkaian kunjungan Presiden Joko Widodo ke Sumatera Utara, khususnya Kabupaten Simalungun, Samosir dan Toba Samosir dalam rangka karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba, patut diapresiasi. Kunjungan tersebut merupakansinyalbahwa presiden memberikan perhatian khusus terhadapagenda pembangunan Kawasan Danau Toba. Sumatera Utara, khususnya kabupaten-kabupaten di Kawasan Danau Toba atau lebih dikenal dengan Tanah Batak yang menjadi tujuan kunjungan presiden merupakan daerah penyumbang angka konflik kehutanan, pertanahan, danlingkungan sepanjang tahun. Dari data yang berhasil dicatat oleh KSPPM, AMAN Tano Batak, BAKUMSU, dan HaRi, setidaknya terdapat 14 Komunitas masyarakat adat yang berkonflik akibat pemberian konsesi kepada PT Toba Pulp Lestari yang tersebar di Kabupaten Simalungun, Toba Samosir, Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara. Sementara luasan tanahnya diperkirakan mencapai kurang lebih 35.734 hektar Beberapa diantaranya telah menjadi sorotan nasional karena tingginya ekskalasi konflik,dansesuaidengan hasil rapat di Kementerian Kehutanan, bahwa ada 10 komunitas yang menjadi prioritas untuk diselesaikan, dengan luas tanah yang akan dikeluarkan dari konsesi TPL sekitar 25.000 hektar,yakni konflik di Masyarakat Adat Pandumaan Sipituhuta, Masyarakat Adat Nagahulambu, Masyarakat AdatTurunanAma Raja Medang Simamora-Aek Lung, Masyarakat Adat Matio, MasyarakatAdat Op. Ronggur Simanjuntak/Op Bolus Sumanjuntak, Masyarakat Adat Turunan Op. PagarBatu/Op. Diharbangan Pardede dan Raja Bosi, Masyarakat Adat Tukko Nisolu, Masyarakat Adat Sirambe-Nagasaribu, dan Masyarakat Adat Sihas Dolok I-Simataniari-Masyarakat adat Sionomhudon (MasyarakatAdatSionomHudon Utara-SionomHudonTimur I dan II) Komunitas-komunitas masyarakat adat tersebut dengan didukung oleh KSPPM, BAKUMSU dan AMAN Tano Batak telah melakukan upaya mendorong adanya pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat atas wilayah adatnya terutama di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Tapanuli Utara sejak 3 tahun yang lalu. Patut disayangkan, upaya tersebut cenderung masih stagnan di instansi pemerintahan yang kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakatnya. Tercatat bahwa salah satu visi misi Jokowi-JK adalah melindungi dan memajukan hak-hak masyarakat adat melalui regulasi dan inisiatif penyelesaian konflik agraria. Sejalan dengan itu, pemerintah juga telah mencanangkan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN-SDA) atas kerjasama antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Organisasai Masyarakat Sipil dalam rencana aksi bersama hingga akhir tahun 2016. Fokus gerakan ini diantaranya adalah sinergi dan kesepakatan bersama dalam menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat di level daerah. Kebijakan lainnya adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang memberikan target alokasi kawasan hutan seluas 12,7 juta hektar untuk dikelola oleh masyarakat dalam skema hutan kemitraan, hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat. Sehubungan dengan itu, Presiden Jokowi harus menjadikan pengakuandanperlindunganhak-hak masyarakat adat menjadi prioritas dalam agenda kunjungannya ke Tanah Batak dan memastikan visi-misi dan agenda terkait perlindungan masyarakat adat terlaksana hingga ke daerah melalui beberapa hal diantaranya:
- Pemerintah harus mengeluarkan seluruhwilayah adat yang berada di areal konsesi PT TPL terutama di 14 wilayah komunitas adat yang luasnya sekitar 734.000 hektar. Selanjutnya memastikan wilayah adat tersebut dikembalikan kepada masyarakat adat melalui proses yang melibatkan komunitas masyarakat adat di dalamnya, sebagaimana dimaksudkan dalam Putusan MK No. 35-PUU/2012, bahwa hutan adat adalah hutan yang berada di wilayah masyarakat adat (hutan adat bukan hutan Negara).
- Presiden dengan kewenangannya harus memastikan adanya komitmen pemerintahan daerah (legislatif dan eksekutif) untuk menerbitkan Peraturan Daerah (PERDA)tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. PERDA dianggap menjadi pilihan hukum yang diambil sebagaimana diamanatkanUndang-undang. Komitmen pemerintah daerah, terutama kabupaten untuk mempercepat pengakuan wilayah adat melalui peraturan daerah merupakan faktor yang sangat penting.
- Pemerintahan Jokowi harus memastikan adanya perlindungan masyarakat adat dari segala bentuk kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi pada saat memperjuangkan hak-haknya dan memberikan sanksi yang tegas kepada aparat penegak hukum yang melakukan kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat.