Skip to content
Home » Revitalisasi Danau Toba, Bebaskan Dulu Tanah Adat dari Konsesi Perusahaan

Revitalisasi Danau Toba, Bebaskan Dulu Tanah Adat dari Konsesi Perusahaan

MEDAN – Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) mendesak pemerintah mengeluarkan tanah ulayat di 11 wilayah komunitas adat di Tanah Batak yang selama ini masuk dalam konsesi industri ekstraktif PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Hal itu sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35-PUU/2012 yang menyatakan bahwa hutan adat adalah hutan yang berada di wilayah masyarakat adat.

Sekretaris Eksekutif Bakumsu, Manambus Pasaribu mengatakan, selain dalam kerangka pemenuhan hak-hak masyarakta adat, dikeluarkannya tanah ulayat dari konsesi perusahaan terbuka berkode bursa (INRU) itu, penting untuk menjadi momentum dan titik balik guna melakukan restorasi terhadap kehancuran sosial dan ekologi di kawasan Danau Toba.

“Pemerintah kan berkomitmen untuk pengembangan Danau Toba. Oleh karena itu saat ini momentum dan titik balik yang paling tepat. Persoalan lingkungan dan sosial yang selama ini terjadi antara masyarakat adat dan TPL. Sejatinya apa yang terjadi antara TPL dan masyarakat adat di sekitar Danau Toba, sudah mendapat sorotan keras dari masyarakat bahkan dari dunia internasional,” ujar Manambus, Rabu (24/8/2016).

Manambus juga meminta pemerintah untuk melihat persoalan masyarakat dengan PT TPL selama ini secara lebih persuasif. Bukan dengan pendekatan represif yang hanya akan membuat masyarakat menjadi pihak dikriminalkan.

“Sudah saatnya pemerintah harus memastikan tidak ada kriminalisasi bagi masyarakat adat yang berjuang untuk mempertahankan tanah adatnya. Masyarakat yang melakukan perlawanan ke TPL itu memang upaya terakhir yang mereka lakukan untuk mempertahankan tanah ada mereka. Jangan dilihat ketika mereka melakukan kriminal itu tapi posisikan mereka karena memperjuangkan tanah itu,” jelasnya.

Menanggapi pernyataan tersebut, Humas PT TPL, Dedy Armaya menyebutkan bahwa pada mereka siap patuh jika memang nantinya pemerintah mengurangi ataupun menghapuskan konsesi akibat desakan pihak-pihak yang mengaku sebagai pimilik hak adat atas konsesi mereka.

“Tidak satupun kita memiliki aset dari areal konsesi itu. Seluruhnya milik pemerintah. Sehingga kalau nantinya pemerintahan Presiden Joko Widodo menanggapi dan melihat serta mengevaluasi konsesi ini, kita welcome saja. Kita kan harus patuh dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah,” sebutnya.

Sementara terkait pengurangan konsesi untuk revitalisasi Danau Toba yang kini tengah digencarkan pemerintah, Dedy meminta semua pihak melihat secara lebih jelas dan tidak hanya terjebak dengan isu-isu.

“Kalau kita disebut melakukan perusakan lingkungn, silakan dibuktikan. Karena isu ini selalu muncul dan tidak pernah berhasil. Sekarang malah isu pencemaran itu bergeser ke isu perampasan kemenyan rakyat. Tapi mental juga karena memang kita ikut mendorong produksi kemenyan masyarakat melalui penyebaran bibit bekerjasama dengan Balai Penelitian Kehutanan (BPK) di sana,” ujarnya.

Dedy membantah jika keberadan mereka dan konsesinya telah merampas hak ekonomi warga. Selama ini, mereka mengklaim tetap menjaga dan menyisihkan areal konsesi mereka untuk digunakan masyarakat lokal.

“Total konsesi kita mencapai 188 ribu hektare. Sampai hari ini baru 40 persen yang kita gunakan, dari 70 persen yang seharusnya bisa kita manfaatkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Dari 40 persen itu kita juga diwajibkan pemerintah membuat program pelestarian lingkungan,” sebut Dedei.

“Kita sisihkan lima persen dari masing-masing areal konsesi kita yang ada di 12 kabupaten di sekitar danau toba. Jadi tidak benar kalau kita merampas, kita bahkan tidak menggunakan seluruhnya untuk tanaman industri,” lanjutnya.

“Perusahaan kami sifatnya menanam baru menebang. Jadi kita pertanyakan di mana perusakan lingkungan. Kalau kita dituding membuang limbah ke Danau Toba, apa mungkin karena posisi kita lebih rendah dari Danau Toba. Kalau pun ia berarti sudah dari dahulu, dan Danau Toba pasti sudah rusak berat. Tapi ternyata kan tidak. Begitupun silakan saja dibuktikan,” tukasnya.

en_GBEN