Skip to content
Home » Sidang Pembacaan Pledoi Dalam Kasus Edianto Simatupang

Sidang Pembacaan Pledoi Dalam Kasus Edianto Simatupang

Rabu, 23 Januari 2019, sidang  kasus Edianto Simatupang kembali digelar di Pengadilan Negeri Sibolga dengan agenda Pembacaan Nota Pembelaan (pledoi). Dalam sidang tersebut Terdakwa maupun Penasihat Hukum membacakan nota  pembelaan yg dibuat secara tertulis. Dalam pleidoi pribadinya Terdakwa Edianto Simatupang menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah dan memohon agar keadilan ditegakkan, ia mengaku telah menjadi korban pembakaran rumahnya dan korban penikaman namun sampai saat ini otak dibalik pelaku tindak pembakaran dan penikaman dirinya tersebut belum ditangkap.

Penasihat hukum Terdakwa dari Tim Advokasi Kemanusiaan yang pada saat itu dihadiri oleh Joice Ranapida Hutagaol S.H (Ketua PBHI Sumatera Utara) dan Jeffrianto Sihotang (Bakumsu) juga membuat dan mebacakan nota pembelaan (pledoi). Dalam Pledoi tersebut Penasihat Hukum Terdakwa memohon kepada Majelis hakim untuk membebaskan Terdakwa karena tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana “penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum melanggar pasal 27 ayat 3 Jo. Pasal 45 ayat 3 Undang-undang Republik Indonesia No.19 tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 316 KUHPidana.

Pernyataan Penasihat Hukum berdasar pada apa yg tertuang dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) yang menyatakan bahwa “semua orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi; hak ini mencakup kebebasan untuk memiliki pendapat tanpa intervensi serta untuk mencari, menerima dan berbagi informasi dan ide melalui media apapun yang dikehendaki dan tanpa memandang batas Negara”.

Selanjutnya dalam Konvensi Internasional tentang Hak Sosial dan Politik (ICCPR) juga ditegaskan pula bahwa hak atas kebebasan berpendapat melingkupi berpendapat secara lisan, tertulis maupun cetak, dalam bentuk seni atau melalui media lainnya yang dikehendaki. (Vide Pasal 19 Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik sebagaiamana telah dirtatifikasi oleh Pemerintah RI dan DPR RI melalui Undang-undang No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi atau Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik).

Serta Pasal 310 ayat (3) KUHP yg menyatakan “tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri”

WhatsApp Image 2019-01-23 at 15.56.35

Lebih lanjut penasihat hukum juga menguraikan catatan-catatan penting yang harus menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan putusan, yakni;

Pertama, Bahwa benar Terdakwa membuat/memposting status tertanggal 12 Nopember 2009, tanggal 31 Mei 2010, tanggal 26 Mei 2015 dan tanggal 4 Juni 2015 dengan kesadaran sendiri untuk berbagi/memberi informasi atas peristiwa yang dialaminya sebagai Korban terbakarnya Rumah Terdakwa Edianto Simatupang beserta segala isinya dan Korban Penikaman oleh orang yang tak dikenal

Kedua, secara psikologis Terdakwa sudah penuh dengan kesabaran yang panjang selama 11 (sebelas) tahun menanti penegakan hukum terhadap dirinya berharap terungkap dan tertangkapnya otak pelaku dan pelaku pembakaran rumah terdakwa serta otak pelaku penikaman dirinya.

Ketiga, Terdakwa sebagai seorang warga Negara Republik Indonesia, masyarakat Tapanuli Tengah dan aktivis, mempunyai tanggungjawab dalam pemberantasan kasus-kasus korupsi.

Keempat, Peristiwa diatas adalah hal yang diatur Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM), hal mana Terdakwa Edianto Simatupang berhak mencari siapa Pelaku Pembakaran Rumah dan penikaman dirinya, menerima Perlindungan dari Negara Republik Indonesia atas peristiwa pembakaran rumah dan penikaman dirinya serta berbagi Informasi atas orang yang patut diduga melakukan Pembakaran rumah dan otak pelaku penikaman dirinya serta menyatakan siapa saja pihak yang melakukan korupsi sebagaimana hal ini sejalan dengan program Pemerintah Republik Indonesia adalah Pemberantasan Korupsi.

Kelima, Peristiwa di atas juga tidak lain dan tidak bukan merupakan Kepentingan Umum sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 310 ayat (3) KUHP menyatakan “tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri”. Bahwa terbukti di persidangan peristiwa  Terdakwa Edianto Simatupang adalah peristiwa hukum, yang dalam KUHP adalah delik umum. Negara melalui Penegak Hukum harus mengungkapkan siapa Otak Pelaku, Yang Melakukan, siapa yang melakukan dan siapa yang turut serta melakukan.

 

 

Tim Advokasi Kemanusiaan (Bakumsu, PBHI Sumatera Utara, BBH KP KC Medan, LBH Medan, Walhi, Sumut Watch, SBMI Merdeka, LKBH Sumatera, Advokat Publik, BBH Universitas Katolik St. Thomas Sumatera Utara.)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

en_GBEN