Press Release
10 Oktober 2024
Tanpa Perda, Masyarakat Adat Melarat:
Sahkan Perda Masyarakat Adat!
Sumatera Utara, 10 Oktober 2024 – Hingga berakhirnya masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Periode 2019-2024), Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Masyarakat Adat belum juga disahkan. Padahal, ranperda ini sempat masuk dalam program legislasi daerah. Tidak ada perkembangan lebih lanjut yang membawa ranperda tersebut ke tahap pengesahan, meskipun urgensinya semakin nyata.
Ranperda ini bertujuan untuk memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat di Sumatera Utara. Lebih dari 31 komunitas adat di wilayah Sumatera Utara, menurut data Komnas HAM, masih dalam proses administrasi yang belum selesai.
Ironisnya sepanjang tahun 2024, banyak dari mereka menghadapi kriminalisasi, seperti yang dialami oleh Sorbatua Siallagan, Ketua Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan, yang saat ini dipenjara akibat memperjuangkan hak atas tanah leluhur mereka. Okupasi paksa terhadap lahan BPRPI Kampong Tanjung Mulia di Desa Sampali yang dilakukan oleh Satpol PP dengan pengamanan Polisi dan TNI. Ancaman penggusuran melalui somasi oleh PTPN I terhadap BPRPI Kampong Kwala Begumit, Langkat diatas lahan BPRPI yang diklaim sebagai HGU oleh PTPN I. Penyiksaan saat proses penangkapan dan penahanan yang unprosedural, dan kriminalisasi yang dialami oleh 5 orang Masyarakat Adat Lamtoras, yang diketahui belakangan juga berkonflik dengan PT Toba Pulp Lestari.
Konflik yang terjadi selama puluhan tahun ini adalah contoh dari tantangan besar yang dihadapi masyarakat adat, yang seharusnya dapat diminimalisir dengan adanya Perda Masyarakat Adat.
Namun, DPRD Sumatera Utara sebelumnya beralasan bahwa mereka tidak dapat mengesahkan perda ini karena RUU Masyarakat Adat belum disahkan di tingkat nasional. Meski demikian, provinsi lain seperti Papua, Kalimantan, Bali, dan Nusa Tenggara Barat telah berhasil mengesahkan perda serupa tanpa menunggu RUU Masyarakat Adat.
Ahli hukum tata negara, Janpatar Simamora, menyatakan bahwa pengakuan dan perlindungan masyarakat adat telah diatur dalam Pasal 18B UUD 1945 dan diperkuat oleh berbagai undang-undang lainnya, seperti UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Jadi, alasan yang dikemukakan oleh DPRD Sumatera Utara tidaklah tepat. Justru kurangnya kemauan politik dan keberpihakan terhadap masyarakat adat yang menjadi penyebab utama tertundanya pengesahan ranperda ini.
Manfaat Pengesahan Perda Masyarakat Adat
Pengesahan Perda Masyarakat Adat sangat mendesak karena memiliki sejumlah manfaat yang signifikan. Dengan adanya perda ini, konflik lahan yang sering terjadi antara masyarakat adat dan perusahaan besar dapat diminimalisir. Selain itu, wilayah adat yang selama ini tidak tercatat secara resmi di instansi pemerintah, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan mendapatkan kejelasan status.
Pengesahan perda ini juga akan mempercepat pembangunan di wilayah-wilayah Sumatera Utara, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta mendorong integrasi peta wilayah adat ke dalam kebijakan satu peta nasional yang sedang diupayakan oleh pemerintah. Dengan kepastian tata ruang dan pengakuan hak-hak masyarakat adat, proses pembangunan bisa berjalan lebih lancar tanpa konflik kepemilikan lahan.

Tuntutan
Tanpa adanya perda tersebut, masyarakat adat akan terus menghadapi risiko kriminalisasi yang dapat mengancam keberlangsungan hidup dan tradisi mereka. Akan muncul banyak Sorbatua-Sorbatua baru yang berpotensi dikriminalisasi. Dengan memberikan perlindungan hukum melalui perda, diharapkan masyarakat adat dapat menjalani kehidupan mereka sesuai dengan tradisi dan kepercayaan yang telah ada.
Oleh karena itu Koalisi Percepatan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Sumatera Utara:
- Mendesak DPRD Sumut mengesahkan Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat
- Mendesak Bapemperda memasukkan kembali Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat ke dalam Propemperda
Kontak Media:
081373656331 – Juni Aritonang (Bakumsu)
081263310234 – Ansyurdin (AMAN Sumut)
Tentang Kami: Koalisi Percepatan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Sumut (BAKUMSU, PW-AMAN Sumut, AMAN Tano Batak, KSPPM, HaRi, WALHI Sumut, BPRPI, Perempuan AMAN Sumut, KPA Sumut Komunitas Adat Lamtoras – Sihaporas, & Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan – Dolok Parmonangan) terbentuk pada tahun 2018 sebagai upaya mendorong agar usulan terkait Ranperda pengakuan dan perlindungan masyarakat Adat di Sumatera Utara masuk ke dalam Propemperda dan agar disahkan guna memberikan kepastian hukum kepada masyarakat Adat di wilayah Sumatera Utara.
BAKUMSU
Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara
Jalan Bunga Kenanga No. 11 D,
Kelurahan Padang Bulan Selayang II
Kecamatan Medan Selayang, Medan 20156
Design by Robby Fibrianto Sirait