Lompat ke konten

Eva Meliani Pasaribu: Dari Duka ke Perlawanan Menjemput Keadilan

Dibalik pena dan kamera yang seharusnya menjadi alat perjuangan untuk mengungkap kebenaran, jurnalis Tribrata TV Rico Sempurna Pasaribu harus meregang nyawa. Tragedi ini bukan hanya sekadar kehilangan, melainkan alarm keras bahwa profesi jurnalis kian terancam.

Kasus pembunuhan seorang wartawan Tribrata TV Rico Sampurna Pasaribu (47) yang terjadi pada Rabu (26/6/2024) sekitar pukul 02.30 WIB di rumah yang sekaligus warung kelontong miliknya di Jalan Nabung Surbakti telah menggegerkan dunia jurnalisme. Tak hanya Rico Sampurna, istrinya Elfrida br Ginting (48), putranya Sudi Investigasi Pasaribu (12), serta cucunya, Louin Situngkir (3) turut menjadi korban dalam kebakaran yang disengaja. Diduga ia dibunuh saat sedang gencarnya memberitakan soal maraknya perjudian di Kabupaten Karo.
Eva Meliani Pasaribu (22) adalah satu-satunya anggota keluarga yang tersisa, pada hari kejadian Eva tidak tinggal di rumah ayahnya. Ia tinggal dan bekerja di Berastagi, anaknya Louin Situngkir saat itu dititipkan di rumah ayahnya dengan harapan esok harinya sepulang bekerja, dia akan menjemput anaknya. Namun rencananya pupus, pagi-pagi sekali dia didatangi oleh 3 orang teman mendiang ayahnya dan mengabarkan bahwa telah terjadi kebakaran yang menimpa rumah ayahnya. Dia pun diarahkan ke RSU Kabanjahe untuk melihat kondisi keluarganya. Pada saat itu ia masih berharap seluruh anggota keluarganya baik-baik saja. Naas, ia mendapati mereka semua, termasuk anaknya, telah meninggal dunia.
Eva percaya bahwa kematian Ayah dan keluarganya bukan sekadar kebakaran, melainkan ada motif jahat yang mengarah pada tindakan pembunuhan. Mengingat seminggu belakangan Ayahnya sering mendapatkan intimidasi pasca pemberitaannya terkait perjudian. Seminggu sebelum kejadian ayahnya diminta menarik berita yang sudah dipublikasikan. Oleh karena kejanggalan tersebut jenazah seluruh anggota keluarga diotopsi ke RS Bhayangkara Medan. Hasil otopsi keluar langsung diserahkan ke Polres Tanah Karo, kemudian dibacakan pada saat persidangan.
“Saya dulu waktu kecil pernah bercita-cita ingin menjadi wartawan, tapi waktu itu bapak bilang, janganlah jadi wartawan, itu pekerjaan yang berbahaya. Bapak menambahkan risiko keamanan di lapangan, intimidasi dan tekanan mental menjadi bahaya yang mengancam. Malah bapak mengarahkan aku supaya jadi pengacara. Kalau untuk jadi pengacara bapak siap mendukung sepenuhnya,” ujar Eva mengenang percakapannya dengan mendiang ayahnya dalam wawancara dengan tim Soerak. Ironisnya apa yang dinasihatkan mendiang ayahnya harus terjadi dan menimpa ayahnya sendiri.
Duka belum larut, air mata belum lagi kering tapi Eva harus menghadapi proses hukum yang berjalan. 2 hari pasca tragedi tepatnya (28/06/24), Eva didatangi oleh beberapa orang polisi dari Polres Tanah Karo ke rumah duka dengan alasan meminta keterangan. Tapi saat itu tidak ada surat tugas ataupun surat pemberitahuan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak seputar kejadian sehingga Eva merasa diintimidasi. Pun keesokan harinya Eva kembali didatangi oleh Tim dari Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumatera Utara yang mengarahkan Eva untuk didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (Medan) dalam menempuh jalur hukum.
Eva tidak langsung meng-iyakan tawaran tersebut. “Butuh waktu buat saya memikirkannya matang-matang. Ada rasa takut dalam diri saya, tapi lebih besar lagi rasa untuk mendapatkan keadilan bagi keluarga saya. Akhirnya saya memutuskan untuk ke Medan memberi kuasa kepada LBH Medan dan bertekad menempuh jalaur hukum,” ucap Eva.
Dukungan publik dan berbagai Civil Society Organization (CSO) pun mengalir kepada Eva untuk mengawal proses hukum. Pada (08/07/2025), Eva bersama keluarga dan didampingi kuasa hukum resmi membuat Laporan Pengaduan (LP) ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara (POLDASU). Tak hanya itu, Eva juga berangkat ke Jakarta dan membuat LP ke Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (PUSPOM AD), kemudian menyambangi LPSK Pusat, KPAI dan ke Komnas HAM. Hingga menggelar aksi di Pomdam I/BB dan Poldasu. Hingga pada (26/11/2024), sidang pertama pun digelar menghadirkan para terdakwa dengan tuntutan hukuman mati.
Setelah beberapa kali proses persidangan pada Kamis (27/3/2025), majelis hakim PN Kabanjahe akhirnya menjatuhkan vonis kepada tiga terdakwa yakni Bebas Ginting alias Bulang dan Yunus Syah Putra Tarigan alias Selawang divonis penjara seumur hidup, sementara Rudi Apri Sembiring alias Udi diganjar hukuman 20 tahun penjara, dan saat ini dalam proses banding. Hakim menyatakan ketiganya terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana Pasal 340 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Ada rasa capek, tapi saya tahu ada Tuhan yang menemani. Sampai saat ini saya masih takut bila melihat mobil Polisi atau Tentara. Saya juga tidak merasa puas dengan proses hukum yang berjalan terkesan bertele-tele, diperlama, tidak koordinatif dan tidak transparan. Terkait dengan putusan pengadilan saya merasa tidak puas, mereka harus dihukum mati. Tidak hanya 3 terdakwa saja yang diproses, mereka hanya eksekutor. Siapa dalangnya itu harus diungkap,” tandas Eva

Eva didampingi LBH Medan mendatangi Pomdam I/BB
Eva bercerita jika sebelum putusan salah satu terdakwa menghubunginya, menyampaikan permohonan maaf dan permintaan damai. Namun Eva mengatakan ia sudah memaafkan, namun untuk berdamai tidak bisa kecuali para terdakwa bisa berkata jujur mengungkap siapa orang yang telah menyuruh mereka membunuh ayahnya. Namun permintaan tersebut tidak disanggupi terdakwa.
Sebelum wawancara berakhir, Eva menyampaikan harapannya kepada aparat penegak hukum, terkhusus pada mereka yang menangani kasus ayahnya. “Saya percaya ini masih ada yang ditutupi, saya sangat kecewa dengan kinerja aparat penegak hukum yang tidak profesional. Selain itu ciptakanlah rasa aman bagi kami yang saat ini sedang berjuang mendapatkan keadilan sehingga tidak merasa tertekan dan terintimidasi. Saya juga sangat berharap tidak ada lagi wartawan yang menjadi korban seperti ayah saya,’’ tutup Eva.
Eva pun kini berusaha melanjutkan hidupnya dengan menyibukan diri dengan melakukan berbagai aktivitas. Karena belum bisa melupakan apa yang terjadi, juga beberapa proses hukum masih ada yang mandek. Ia bertekad akan terus berjuang sampai keadilan benar-benar didapat untuk keluarganya.

id_IDID