KEGELISAHAN HATI SEORANG KRISTEN
Oleh : May Luther Dewanto Sinaga
Politik praktis yang berkembang pada saat ini cukup membuat penulis heran dan terkejut. Politik praktis yang dimaksud disini adalah semua kegiatan politik yang berhubungan langsung dengan perjuangan merebut dan mempertahankan kekuasaan politik. Beberapa media cetak lokal dan online memberitakan tentang dukungan dari para pimpinan gereja yang secara terang-terangan mendukung salah satu bakal calon Gubernur Sumatera Utara tahun 2018. Kabar ini, membuat hati penulis sebagai seorang kristen semakin gelisah terhadap kondisi pelayanan gereja.
Dukungan tersebut bukan hanya datang dari satu pimpinan Gereja saja melainkan dukungan tersebut datang dari berbagai pimpinan Gereja, dan melihat hal itu saya pribadi kurang sutuju. Seperti yang diberitakan oleh Antara Sumut pada tanggal 17 April 2017 yang berisi bentuk dukungan kepada Bupati Simalungun, JR Saragih untuk menjadi Gubernur Sumatera Utara periode 2018 hingga 2023 terus mengalir, salah satunya dari gereja yang tergabung di United Evangelical Mission (UEM).
UEM merupakan persekutuan satu Lembaga Diakonia Bethel dan 35 gereja di Benua Eropa, Afrika dan Asia, di antaranya BNKP, HKBP, GKPA, HKI, GKPI, GKPS, GBKP, GKPPD, dan GKI (Sumut, Indonesia), Gereja Methodist Sri Lanka, Chinese Rhenish Church Hong Kong, United Church of Christ di Philipina. Sumut Media (27/6/2017) juga mengabarkan bahwa tiga pimpinan gereja dukung JR Saragih jadi Gubernur Sumut 2018, yaitu Ephorus GKPS (Pdt. M. Rumanja Purba), Ephorus HKI (Pdt. M. Pahala Hutabarat) dan Bishop GKPI (Pdt. Oloan Pasaribu).
Tribun Medan (15/6/2017) mengabarkan bahwa gereja Methodist dukung JR Saragih. Metro Siantar (2/7/2017) mengabarkan bahwa Sekjen HKBP mendukung JR Saragih, dan masih banyak berita lainnya yang mengabarkan tentang dukungan-dukungan dari para pimpinan gereja maupun dukungan gereja untuk salah satu bakal calon Gubernur Sumatera Utara tahun 2018. Penulis merasa para pimpinan-pimpinan gerejawi yang berani memberikan dukungan secara terang-terangan terhadap salah satu bakal calon Gubernur Sumatera Utara tahun 2018 telah kehilangan jati diri mereka sebagai gembala jemaat yang sadar betul bahwa keinginan daging (Duniawi) selalu bertolak belakang dengan keinginan roh (Rohani).
Apakah esensi dari pemimpin, gembala jemaat yang nota bene memiliki tanggung jawab besar secara iman dan moralitas Kristiani tidak hanya kepada jemaat namun terlebih kepada Tuhan sebagai kepala gereja sudah dilupakan?, atau manuver ini disangkakan oleh parapihak tersebut sebagai bagian dari tuntutan perkembangan jaman dimana ke-Kristenan sudah harus turut ambil bagian dalam ranah politik praktis, sehingga berani membuat keputusan, sebuah legitimasi ekslusif bagi pendeta dan organisasi gereja dalam pimpinannya untuk secara resmi melakukan “fatwa” sekaligus “mengarahkan” domba-dombanya untuk mendukung salah satu bakal calon Gubernur Sumatera Utara tahun 2018?. Peranan pimpinan jemaat/pimpinan gereja, begitu besar pengaruhnya terhadap domba-domba yang digembalakannya.
Begitu besar tanggung jawab dan konsekuensi yang harus dihadapinya, tidak hanya di dunia akan tetapi terlebih lagi di Sorga dihadapan Tuhan nantinya. Pertanyaan yang menjadi sumber kegelisahan hati penulis adalah, apakah saudara sekalian selaku pemimpin umat, gembala jemaat sudah 100% yakin benar bahwa hal yang anda lakukan, cara yang anda tempuh dan keputusan yang anda ambil ketika terjun dalam berpolitik praktis sekaligus melibatkan domba-domba yang anda gembalakan, akan menghasilkan buah-buah kebenaran? Dan bahwa keputusan untuk terjun dalam politik praktis dengan menyatakan dukungan terhadap seorang bakal calon pemimpin pemerintahan tertentu dengan membawa keimanan sebagai alat pencapaian tujuan adalah benar telah sesuai dengan kehandak Tuhan kita Yesus Kristus? yang terjadi saat ini adalah, gelar (pendeta, gembala jemaat, institusi gereja) tersebut telah berhasil menjadi tunggangan politik penguasa (atau paling tidak sedang berusaha untuk dapat menjadi penguasa), dan saya pribadi cukup kecewa melihat hal itu.
Menurut hemat penulis, gereja Kristen tidak perlu mengatakan mendukung salah satu bakal calon Pemimpin Sumatera Utara tersebut secara terang-terangan, sebaiknya gereja Kristen memberikan kebebasan kepada umatnya untuk memilih siapa pun pemimpin yang menurut suara hati masing-masing umat punya kemampuan dan integritas untuk memimpin pemerintahan. Karena gereja Kristen tahu bahwa ada batas-batas agama dan pemerintahan yang tidak boleh saling melampaui, tetapi sekaligus tidak saling bertentangan, melainkan saling mendukung.
Ada beberapa harapan yang menjadi kegelisahan hati penulis sebagai seorang Kristen yang ingin saya sampaikan kepada gereja-gereja Kristen, yaitu : Pertama, Kepada gereja-gereja, saya sangat berharap gereja mampu menjaga keutuhan bangsa, serta menghindari gedung gereja/tempat ibadah menjadi mimbar untuk kampanye. Kedua, Gereja sebaiknya mengajak umatnya untuk memilih bakal calon maupun calon pemimpin pemerintahan yang memiliki integritas, kejujuran, keberanian dan komitmen melawan segala bentuk korupsi dan manipulasi, dan bukan mengatakan secara terang-terangan untuk mendukung salah satu bakal calon maupun calon pemimpin pemerintahan.
Hak seorang Kristen dalam politik adalah kebebasan memilih pemimpin negara dan pemerintahan sesuai suara hatinya, karena itu sebaiknya tidak ada lagi arahan-arahan untuk mendukung salah satu bakal calon maupun calon pemimpin negara dan pemerintahan yang memanfaatkan status sebagai pimpinan gereja.
Mari kita gunakan suara hati kita untuk melihat pemimpin yang menurut iman kita punya kemampuan memimpin, bukan menurut hasrat. Gunakanlah kebebasanmu untuk memilih dan berpihak, tetapi jangan rampas kebebasan orang lain untuk memilih dan berpihak kepada bakal calon maupun calon pemimpin yang menurut imannya pantas memimpin Sumatera Utara. Ingat, akal budi dianugerahkan Allah kepada manusia agar manusia mampu memahami, mengenal, dan memilah apa yang baik, benar, jujur dan adil, bukan digunakan untuk mengelabui, membohongi, dan menipu sesama manusia.
Penulis adalah Mahasiswa STT HKBP, Pematang Siantar.