
Laporan Mengenai Persetujuan atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan: Untuk Tambang yang diajukan Dairi Prima Mineral
Bakumsu | Februari 2022
Sebuah tambang seng telah diusulkan di kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, Indonesia. Dairi Prima Minerals (DPM) telah membangun sebagian tambang tersebut, namun,banyak orang yang mengkhawatirkan dampak-dampak yang mungkin timbul.BAKUMSU diminta oleh sejumlah anggota komunitas untuk bertindak sebagai perwakilan hukum mereka. BAKUMSU percaya bahwa di bawah hukum nasional dan internasional, masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan independen tentang pembangunan yang diusulkan untuk daerah mereka.Persetujuan yang diberikan atas dasar informasi yang jelas tampaknya sangat relevan mengingat para ahli internasional dalam bidang dampak pertambangan telah meninjau data yang ada, ditambah rencana DPM sendiri dan menemukan bahwa bendungan yang diusulkan akan itempatkan di lokasi geologis yang tidak stabil, dalam zona bahaya gempa yang sangat tinggi.
• Bendungan dan aspek-aspek lain tambang tidak dirancang sesuai standar internasional.
• Bencana runtuhnya bendungan sangat mungkin terjadi.
• Lokasi bendungan yang diusulkan adalah rawan terjadi kebocoran atau keruntuhan yang dapat mengakibatkan kematian ratusan orang dan juga kerusakan lingkungan jangka panjang.
• Sebagian besar tambang ini dimiliki oleh sebuah Perusahaan Milik Negara Cina, namun tambang semacam ini akan dinilai ilegal di Cina – karena akan dapat menimbulkan risiko terhadap kehidupan manusia.
Ini sejalan dengan penilaian risiko bencana alam yang dikeluarkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), yang menyatakan bahwa Kabupaten Dairi berisiko tinggi terhadap gempa bumi, tanah longsor dan banjir. Mengingat situasi yang ada, BAKUMSU melakukan penelitian apakah informasi independen yang memadai telah disediakan untuk komunitas masyarakat dengan menyewa peneliti sosial yang independen, terlatih dan berpengalaman. Pada bulan Juli dan 2021 Agustus, tim peneliti dan 3 asisten peneliti, mengambil sampel survei masyarakat di desa-desa sekitar yang diusulkan DPM.
Survei rumah tangga dilakukan terhadap 87 orang, mewakili 4% dari populasi pusat kelurahan Silima Pungga-Pungga, Parongil dan desa-desa terdekat dari Bongkaras, Longkotan, Bonian, Tung Tung Batu, Sumbari, Pandiangan dan Lae Panginuman. Nama responden dipilih secara acak dari daftar pemilihan umum. Ke delapan puluh tujuh (87) responden tersebut diberi pertanyaan:
• apa yang mereka dan keluarga mereka tahu mengenai tambang yang diusulkan,
• apa yang mereka tahu tentang dampak dari tambang yang mungkin terjadi dan sudah diramalkan,
• mereka mendapat informasi dari mana,
• apa yang mereka khawatirkan (jika ada),
• apakah mereka merasa sudah ada dialog atau konsultasi tentang tambang yang diusulkan.
Hasil survei, yang didapatkan dari laporan ini jelas menunjukkan bahwa masyarakat setempat belum diberi tahu atau belum cukup mendapatkan informasi mengenai potensi dampak dari tambang DPM. Dialog dan konsultasi bisa dikatakan tidak ada. Persetujuan atas Dasar Informasi Awal tanpa Paksaan (FPIC) belum diberikan, kurangnya informasi yang jelas dan independen membuat hal itu mustahil. Orang-orang mempunyai kekhawatiran tentang dampak yang mungkin terjadi pada lahan pertanian mereka dan pada lingkungan. Para perempuan sangat khawatir mengenai potensi dampak kesehatan pada keluarga mereka.
Hasil survei rumah tangga juga mencatat komentar yang didengar pada diskusi kelompok terfokus (FGD) yang diadakan di desa yang sama. Kutipan dari FGD sudah dimasukkan dalam laporan ini untuk menggambarkan dan menjelaskan hasil dari survei rumah tangga yang lebih
kuantitatif. Baik dalam survei rumah tangga maupun FGD, para responden melaporkan bahwa”sosialisasi” yang dilakukan DPM boleh dibilang serupa dengan pemaksaan. Janji-janji akan mendapatkan kekayaan dan pekerjaan terus digaungkan sementara potensi dampak tidak diungkapkan. Kemungkinan runtuhnya bendungan dan dampak dari kebocoran bendungan tidak pernah diungkapkan. Risiko besar ini bahkan tidak dimasukkan dalam dokumen penilaian dampaklingkungan yang diajukan kepada pemerintah Indonesia.
Orang-orang dari komunitas tersebut juga melaporkan bahwa kurangnya informasi independen, ditambah adanya unsur pemaksaan, mengakibatkan ketegangan sosial dalam masyarakat. Sejumlah besar orang merasa bahwa ini adalah strategi yang disengaja digunakan oleh perusahaan untuk menghindari perlawanan masyarakat terhadap tambang.
Laporan ini menyatakan bahwa “sosialisasi DPM” yang bias dan mengandung paksaan harus dihentikan. Pemerintah Indonesia juga seharusnya mempertimbangkan untuk membatalkan persetujuan terhadap tambang tersebut. Hal ini bisa dilakukan berdasarkan:
– DPM telah jauh dari transparan terkait potensi dampak tambang. Ada indikasi bahwa informasi mengenai sejumlah faktor risiko telah disembunyikan atau dikaburkan.
– Penilaian dampak lingkungan telah gagal mengungkap segala pertimbangan akan terjadinya kebocoran atau runtuhnya bendungan, padahal bendungan yang diusulkan tersebut berada dalam zona risiko gempa tinggi, dan pada fondasi yang tidak stabil.
Para ahli melaporkan bahwa desain tambang dan penilaian dampak lingkungan berada di bawah standar pada sejumlah poin penting lainnya.
DPM telah melakukan pekerjaan di lapangan tanpa adanya ijin lingkungan (misalnya, pembangunan fasilitas penyimpanan bahan peledak, pelaksanaan kegiatan di lapangan pada situs fasilitas penampungan tailing – yakni situs-situs yang sedang mereka ajukan untuk mendapatkan ijin tetapi mereka belum mendapatkan ijin lingkungan).
BAKUMSU
Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara
Jalan Bunga Kenanga No. 11 D,
Kelurahan Padang Bulan Selayang II
Kecamatan Medan Selayang, Medan 20156
Desain oleh : Robby Fibrianto Sirait