Lompat ke konten
Home » Masyarakat Adat dari Tano Batak Bertemu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK)

Masyarakat Adat dari Tano Batak Bertemu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK)

Foto Delima Silalahi

                                                                                                                                                                                                                                                                Foto : Delima Silalahi

Medan, BAKUMSU. Perwakilan dari sepuluh komunitas adat di Tano Batak menemui Menteri KLHK untuk meminta penyelesaian konflik tenurial di wilayah adatnya. Pertemuan ini dihadiri oleh Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendroyono, Sekjen KLHK, Noer Fauzi Rahman dari Kantor Staf Presiden (KSP), 27 perwakilan dari masyarakat adat, KSPPM (Kelompok Study dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat), JKLPK, dan HUMA di Kantor KLHK (23/10). Adapun tujuan pertemuan ini adalah untuk menindaklanjuti proses penyelesaian konflik agraria yang sudah berjalan.

Adapun kesepuluh komunitas adat yang hadir adalah Masyarakat adat Nagahulambu, Kabupaten Simalungun; Masyarakat Adat keturunan Ama Raja Medang Simamora – di Desa Aek Lung, Kabupaten Humbang Hasundutan; Masyarakat Adat Pargamanan Bintang Maria, Humbang Hasundutan, Masyarakat adat Keturunan Ompu Bolus Simanjuntak. Tapanuli Utara, dan Masyarakat adat Onan Harbangan, Kecamatan Siborongborong, Tapanuli Utara; Masyarakat adat Bius Hutaginjang, Kabupaten Tapanuli Utara; Masyarakat adat Bius Buntu Raja Sitanggor, Kabupaten Tapanuli Utara; Masyarakat adat Golat Simbolon dan Masyarakat adat Golat Naibaho, Kabupaten Samosir dan Masyarakat adat keturunan Ompu Parlanggu Bosi Situmorang-Palipi, Kabupaten Samosir.

Suryati Simanjuntak, Sekretaris Eksekutif KSPPM, menjelaskan tentang konflik tenurial dan tuntutan masyarakat adat. Dari sepuluh kasus masyarakat adat ini, lima diantaranya bersengketa dengan PT. Toba Pulp Lestari (TPL), dan sejak 2016, kasusnya sudah dalam proses penyelesaian di KLHK, berkat bantuan Kantor Staf Presiden (KSP). Sedangkan lima kelompok lainnya bermohon agar wilayah adat mereka yang sudah diwariskan secara turun temurun hingga 10 sampai 15 generasi dikeluarkan dari Kawasan Hutan Negara.

Jonter Simbolon, mewakili masyarakat adat, menjelaskan bahwa selama ini wilayah adat mereka yang terdiri dari perkampungan, perladangan, persawahan dan hutan adat diklaim negara sebagai Kawasan Hutan Negara. Bahkan sudah ada larangan dari instansi kehutanan dan Pemerintah di daerah melakukan kegiatan di wilayah adat mereka.

“Selain menjadi identitas marga-marga, wilayah adat tersebut juga menjadi ruang hidup dan sumber mata pencaharian utama. Oleh karena itu kami memohon kepada Menteri untuk segera mengeluarkan dari Kawasan Hutan Negara.” Tambahnya.

Jaspaer Simanjuntak, mewakili masyarakat adat, meminta agar wilayah adat mereka dikeluarkan dari konsesi PT. TPL dan Kawasan Hutan Negara. Kami sudah lama berkonflik dengan perusahaan dan Pemerintahan Jokowi-JK juga sudah menjanjikan untuk segera menyelesaikannya dalam tahun ini.

“Sampai saat ini perusahaan masih saja melakukan penebangan dan penanaman eukaliptus di ladang masyarakat yang menyebabkan munculnya konflik.” Katanya.

Siti Nurbaya Bakar, Menteri LHK mengatakan sangat memahami arti dan nilai tanah bagi masyarakat adat termasuk masyarakat Batak. Tanah adalah identitas dan kekuasaan. Pemerintah Jokowi-JK sangat berkomitmen untuk mewujudkan tuntutan masyarakat di daerah, khususnya terkait hutan adat dan hutan sosial. Salah satu contohnya adalah dikeluarkannya 5.172 hektar Wilayah Adat Pandumaan-Sipituhuta dari Konsesi PT TPL pada Desember 2016 lalu. Hanya saja setelah dikeluarkan dari konsesi PT TPL, Pemerintah Kabupaten Humbahas sampai saat ini belum menerbitkan Perda Pengakuan Masyarakat Adat, sehingga memperlambat keluarnya SK Hutan Adatnya.

“Wilayah adat lain yang datanya sudah lengkap, kami meminta maaf jika ada kelambatan-kelambatan dan berjanji secepatnya menindaklanjuti proses penyelesaiannya.” Katanya. Tambahnya lagi, bahwa dalam waktu dekat juga akan segera mengundang Gubernur Sumatera Utara, Dinas Kehutanan Provinsi, Bupati dan Pimpinan DPRD agar mempercepat keluarnya Perda Pengakuan Masyarakat Adat di Kabupaten-Kabupaten yang sedang berkonflik tersebut.

Menteri LHK meminta wilayah-wilayah adat yang ada di Kawasan Danau Toba yang bermohon dikeluarkan dari Kawasan Hutan Negara, agar melengkapi dokumen-dokumen terkait riwayat dan peta lokasinya diserahkan dan meminta Sekjen KLHK menindaklanjutinya dengan segera.

Menteri kembali menegaskan bahwa Presiden Jokowi memiliki komitmen dan kemauan politik yang jelas. Presiden Jokowi dalam rapat yang baru dilakukan terkait Danau Toba menegaskan bahwa program pengembangan pariwisata di Kawasan Danau Toba itu juga harus memajukan masyarakatnya. Masyarakat adat harus maju jika Danau Toba Maju.

“Selain akan mengundang Kepala Daerah, dalam waktu dekat juga mengagendakan menyurati PT TPL untuk tidak melakukan tindakan apa-apa di wilayah yang sudah dan sedang dalam tahap penyelesaian.” Tegasnya. (Lasron)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDID