Lompat ke konten
Home » Masyarakat Tapanuli Desak Cabut Izin PT TPL

Masyarakat Tapanuli Desak Cabut Izin PT TPL

foto-aksi-tpl-300x169MEDAN(barometersumut.com) – Puluhan masyarakat adat, petani Tapanuli yang tergabung dalam Aliansi Jalin d Toba, Jumat siang tadi menggelar aksi unjuk rasa di gedung Uniland Plaza Jalan MT Haryono Medan. Massa mendesak agar PT Toba Pulp Lestari (TPL) segera angkat kaki karena dinilai telah merampas hak warga.

Aksi unjuk rasa ini bertepatan dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Toba Pulp Lestari. Rapat akan dihadiri oleh para pemegang saham perusahaan kertas yang menguasai hutan di tujuh kabupaten di jantung kawasan strategis nasional Danau Toba seluas total 269.060 hektar.

Menurut salah satu pendemo, Swangro Lumban Batu, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No 493/Kpts-II/1992 HPH (kemudian direvisi luas areal konsensi menjadi 188.055 hektar), ini sangat kontradiktif dengan fakta sebenarnya.

“Kehadiran perusahaan kertas berskala besar di Indonesia sejak 1983 ini ternyata hanya menguntungkan segelintir orang. Sebaliknya kerugian rakyat Tapanuli dan kawasan Danau Toba yang semakin besar masih berlangsung hingga saat ini,” jelasnya.

Dia menyebutkan, pihak PT Toba Pulp Lestari telah merampas tanah adat dan pengrusakan hutan dengan mengubah hutan kayu alam menjadi hutan monokultur sebagai bahan baku kertas Kabupaten Tapanuli.

“Unjuk rasa ini kami lakukan karena kami sadar akan dampak negatif baik secara sosial maupun ekonomi. Dengan dasar konsensi hutan berdasarkan Hak Pengelolaan Hutan/Tanaman Industri (HPH) PT Toba Pulp Lestari tetap melakukan aktivitas dilahan, menebang, mengangkut kayu-kayu alam yang sudah ditebang dan menanami lahan dengan Eucalyptus,” sebutnya.

Selain itu, PT Toba Pulp juga melakukan tindak kekerasan dan kriminialisasi terhadap masyarakat adat yang berjuang mempertahankan tanahnya.

“Ada 3.604 KK yang menjadi korban akibat perampasan tanah adat yang di PT TPL tersebut. Masyarakat adat terpaksa kehilangan areal ladang, kebun yang merupakan sumber pencaharian utama khususnya hasil-hasil unggulan seperti kemenyan dan kopi. Tidak hanya itu, hilangnya identitas kearifan (pengetahuan lokal), kebiasaan atau hukum adat yang mengatur pola hubungan kekerabatan diantara komunitas msyarakat desa dengan desa-desa lainnya,” tambah Swangro.

Diungkapkannya, PT TPL sebaiknya menghentikan seluruh perampasan pembabatan hasil kekayaan alam se-kabupaten Tapanuli dan bertanggung jawab atas tindakan arogan yang selama ini dilakukan.

Sementara itu, Hesron Sitorus (47) warga Desa Lumban Sitorus mengungkapan, pihak PT Toba Pulp telah merampas tanah adat dengan cara kekerasan dan kriminal.

“Sudah 30 tahun Desa Lumban Sitorus yang kami cintai ini dirampas oleh pihak PT TPL dan kini dijadikan Pabrik. Akan tetapi kami tidak mendapatkan hasilnya,” ungkapnya.

Dalam unjuk rasa tersebut puluhan personel dari Polsekta Medan Timur dibantu dari Polresta Medan disiagakan guna mencegah bentrokan. Amatan wartawan akibat unjuk rasa ini membuat arus lalu lintas mengalami kemacetan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDID