Aliansi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan ( SIKAP ), sebuah aliansi bersama dan terdiri dari beberapa lembaga di Sumatera Utara yang perduli terhadap isu penyiksaan, diantaranya Pusham Unimed, Fitra Sumut, Bakumsu, HaRI. Selain merendahkan martabat manusia, kita ketahui bersama bahwa praktek penyiksaan, adalah bentuk perbuatan yang keji, tidak manusiawi, dan tentunya bertentangan dengan peraturan dan perundang udangan yang berlaku. Karena setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, diajukan ke Pengadilan dan diadili, WAJIB dikatakan tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan dia bersalah dan berkekuatan hokum tetap. Salah satu azas atas Hukum Acara Pidana ( UU No 8 Tahun 1981).
Hak untuk tidak disiksa dalam situasi, kondisi dan dimanapun adalah salah satu hak non-derogable rights, hak yang melekat pada setiap orang, sekalipun telah dinyatakan sebagai tersangka. Lantas bagaimana potret perlindungan HAM, khususnya perihal hak untuk bebas dari penyiksaan, di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara? Potret kekerasan dan penyiksaan di lapangan penegakan hukum masih menyisakan persoalan.
Masih ada Darah dan Air Mata di Kantor Polisi
M.Dendi Hartono(21 tahun), adalah seorang yang diduga melakukan tindak pidana curas adalah salah satu korban penyiksaan. Dia ditangkap oleh tim Satreskrim Polres Deli Serdang disebuah warung pada Rabu 16 Agustus 2017, sekitar pukul 21.00 wib, tanpa disertai surat penangkapan. Kesaksian korban penyiksaan, sebelum dibawa ke Polres Deli Serdang, korban dibawa ke Sungai Ular dan mendapatkan perlakuan penyiksaan. Saat dijenguk oleh keluarga korban, (abang kandung) pada Jumat, 18 Agustus 2017 di Mapolres Deli Serdang, kondisi dendi sangat memprihatinkan, diantaranya mengalami lebam dibagian wajah, punggung, kaki sehingga korban sampai sulit berjalan. Kesaksian yang mengejutkan juga disampaikan korban kepada abangnya, bahwa korban dipaksa mengakui perbuatannya dan dipaksa menandatangani secarik kertas. Namun ketika korban menolak untuk menandatangani, jari korban berupaya dipatahkan sehingga mengalami bengkak dibagian jari tangan kanannya.
Dalam kondisi yang memprihatinkan demikian, Penasehat Hukum yang ditunjuk keluarga berkali kali ke Mapolres Deli Serdang untuk bertemu dengan Dendi, namun sampai dengan hari ini oleh Satreskrim yang menangani perkara ini Penasehat Hukum tidak diperkenankan menemui korban dengan alasan yang tidak jelas. Padahal setiap orang berhak atas akses bantuan hukum.
Polisi Belum Melayani Masyarakat dengan “Hati”
Tindakan adalah manifestasi dari fikiran. Apresiasi kepada Kapolda Sumatera Utara yang memiliki wacana dalam melayani masyarakat dengan mengedepankan hati. Namun tentu kita semua berharap, bahwa slogan tersebut tidak hanya berhenti pada wacana. Kapolda Sumatera Utara sejatinya dapat mencermati, memahami dan tidak melihat kasus ini secara parsial. Tidak sebatas melihat dari sudut pandang personal bahwa seorang Dendi (korban penyiksaan) yang dari kecil adalah anak yatim piatu saja, namun ada sistem dan “hati” yang keblinger dalam melayani dan menjalankan fungsi sebagai penegak hukum diwilayah Sumatera Utara.
Secara moral kepemimpinan, Kapolda Sumatera Utara bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang dibawah wilayah hukumnya. Kapolres dan Kasat Reskrim yang karena jabatannya sebagai atasan penyidik tentu juga bertanggung jawab secara langsung karena tidak mampu mengawasi tindakan jajarannya, bukan hanya bentuk pelanggaran, namun dalam kasus dugaan penyiksaan ini sudah mengarah pada tindak pidana.
Karena kondisi korban tidak mendapatkan akses bantuan hukum, sehingga berpotensi akan terus mengalami praktek penyiksaan, maka dengan ini Aliansi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan (SIKAP) mendesak :
- Kapolda Sumatera Utara segera mengatensi kasus ini dengan cara membentuk tim untuk mengusut dugaan penyiksaan yang dialami oleh M.Dendi Hartono.
- Memastikan tim yang dibentuk untuk secara transparan dan menggunakan hati dalam mengusut dugaan penyiksaan, setidaknya kekerasan yang dilakukan secara bersama sama terhadap orang, sebagaimana termaktub dalam KUH-Pidana pasal 170.
- Memberikan sanksi kepada oknum jajarannya yang patut dimintai pertanggung jawabannya baik perbuatan yang dilakukan secara langsung atau pembiaran atas tindakan tersebut baik tanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan dan atau tanggung jawab pidana.
- Memberi akses kepada M.Dendi Hartono untuk mendapatkan bantuan hukum dari Penasehat Hukum sebagaimana hak yang melekat pada setiap orang.
- Memberikan sanksi tegas kepada Kasat Reskrim Deli Serdang sebagai atasan penyidik dalam rangka memaksimalkan pengawasan kedepan. Karena polisi adalah institusi yang memiliki kewenangan besar, sehingga butuh pengawasan baik dari internal, maupun dari eksternal dalam hal ini masyarakat sipil.