BAKUMSU sebagai sebuah lembaga yang konsen dan terlibat aktif dalam penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) menyambut baik pelaksanaan International People’s Tribunal (IPT) 1966 atau pengadilan rakyat internasional yang berlangsung sejak 10- 13 November 2015 di Den Haag, Belanda. BAKUMSU juga mengapresiasi para pihak baik korban, aktivis HAM, akademisi dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Meskipun pengadilan ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana pengadilan mahkamah Internasional sesungguhnya, namun kegiatan yang bertujuan untuk mengungkap kebenaran berdasarkan fakta-fakta pelanggaran HAM dan menuntut pengakuan, rehabilitasi dan keadilan terhadap para korban serta mendorong adanya rekonsiliasi ini merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk mempercepat pelurusan sejarah dan pemenuhan hak konstitusional dan HAM para korban. Upaya pengungkapan kebenaran terkait peristiwa pelanggaran HAM 1965 terutama pasca kejatuhan penguasa Orde Baru, Soeharto sesungguhnya telah mengalami beberapa kemajuan. Beberapa bukti kuat diantaranya berupa kuburan massal, kesaksian dan hasil penelitian oleh akademisi dan para pemerhati HAM yang dituangkan dalam bentuk buku, jurnal, laporan, film dan sebagainya. Bahkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui Tim Penyelidik Ad Hoc yang telah dibentuk dan bekerja sejak tahun 2008 untuk menyelidiki kasus kejahatan HAM peristiwa 1965-1966, secara Pro Justitia telah menyimpulkan peristiwa politik seputar 1965 sebagai pelanggaran HAM berat berdasarkan penemuan sembilan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yakni; pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan paksa secara sistematis dan meluas di seluruh wilayah Indonesia. BAKUMSU meyakini bahwa sebuah bangsa dapat menapaki masa depan yang cerah apabila noda hitam dan beban sejarah yang masih tersembunyi dapat diungkapkan dan diluruskan. Selain itu, sebuah bangsa harus mampu menghapus trauma nasional dari peristiwa pelanggaran HAM berat 1965 tersebut. Dengan demikian, presiden, sebagai representasi negara Indonesia sudah seharusnya segera mengakui dan meminta maaf kepada keluarga korban pelanggaran HAM berat 1965. Hal ini perlu bukan hanya sebagai langkah awal pengakuan terhadap kejahatan kemanusiaan yang melibatkan Pemerintah Indonesia di masa lalu, tetapi juga sebagai bukti adanya komitmen yang baik dari pemerintah untuk segera secara bertahap melakukan upaya sistematis dalam pengungkapan kebenaran dan keadilan berdasarkan konstitusi dan aturan HAM. Pemerintah juga harus memastikan adanya perlakuan yang sama (nondiskriminasi) terhadap korban dan pihak-pihak yang membantu pengungkapan kebenaran dan keadilan peristiwa tersebut serta memastkan keamanan dan keselamatan jiwa raga mereka. Selain itu, DPRRI yang dalam periode ini akan membahas Rancangan Undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR harus memastikan adanya pertanggungjawaban negara dan pemenuhan hak-hak korban atas pengungkapan kebenaran dan keadilan berdasarkan konstitusi dan ketentuan HAM khususnya Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Home » Negara Harus Mengungkap Kebenaran Pelanggaran HAM 1965
Negara Harus Mengungkap Kebenaran Pelanggaran HAM 1965
