Lompat ke konten
Siaran Pers

Percepat Pengakuan Hak Masyarakat Adat dan Penyelesaian Konflik Agraria di Sumatera Utara

Medan, 27 September 2024. Bakumsu mengadakan Seminar dan Lokakarya dengan tema “Percepatan Kebijakan Tata Kelola Agraria yang Berkeadilan Hukum dan Berbasis Hak Asasi Masyarakat Adat/Lokal dan Petani serta Kelompok Rentan lainnya di Sumatera Utara”. Acara ini menghadirkan tokoh-tokoh penting dan berpengalaman di bidang hukum, HAM, serta masyarakat adat untuk membahas isu-isu krusial diantaranya terkait hak perempuan adat dan konflik agraria di wilayah Sumatera Utara.

Saur Tumiur Situmorang, mantan Komisioner Komnas Perempuan (2010-2014 & 2015-2019), menyoroti pentingnya pengakuan hak-hak perempuan adat dalam undang-undang dan peraturan daerah (Perda). Beliau menekankan bahwa perempuan adat mengalami diskriminasi berlapis, baik secara personal, komunitas, maupun negara. Hal ini ditambah dengan masalah pengalihan fungsi hutan yang berakibat pada hilangnya akses pendidikan bagi anak-anak serta eksploitasi terhadap perempuan. Saur juga mengajukan rekomendasi untuk kajian ulang izin tambang dan perkebunan yang berdampak pada kawasan hutan adat.

Dr. Janpatar Simamora, Dekan Fakultas Hukum Universitas HKBP Nomensen Medan, membahas tantangan yang dihadapi dalam penyusunan Perda tentang perlindungan masyarakat adat. Meskipun konstitusi Indonesia mengakui keberadaan masyarakat adat, hingga kini regulasi yang mengatur perlindungan tersebut masih belum diwujudkan. Terdapat lima kabupaten di Sumut yang sudah memiliki Perda Masyarakat Adat, namun penerapannya masih belum optimal.

Dr. Eka NAM Sihombing dari Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara menegaskan bahwa pengakuan terhadap masyarakat hukum adat membutuhkan aturan turunan yang jelas. Salah satunya adalah Permendagri No. 52 Tahun 2014 yang memberikan pedoman bagi pemerintah daerah untuk menginventarisasi dan memvalidasi masyarakat hukum adat. Namun, realisasinya masih belum optimal, sehingga perlu percepatan.

Saurlin Siagian, Komisioner Komnas HAM 2022-2027, menjelaskan bahwa sejak Januari 2020 hingga Agustus 2024, Komnas HAM menerima lebih dari 2.639 pengaduan konflik agraria. Penyebab utama adalah disharmonisasi aturan antar kementerian serta ego sektoral yang menghambat penyelesaian masalah agraria. Beliau merekomendasikan pembentukan lembaga otoritatif di bawah Presiden untuk mempercepat penyelesaian konflik ini.

Rekomendasi :

  1. Percepatan Regulasi Perlindungan Masyarakat Adat:

Pemerintah diharapkan segera mengesahkan regulasi yang melindungi masyarakat adat, terutama dalam pengakuan hak-hak mereka terkait tanah dan sumber daya alam;

  1. Penguatan Perspektif Perempuan Adat:

Setiap kebijakan terkait masyarakat adat harus mengintegrasikan perspektif perempuan adat, mengingat tingginya diskriminasi dan kekerasan yang mereka alami;

  1. Penyelesaian Konflik Agraria Berbasis HAM:

Diperlukan sinergi antar kementerian untuk menyelaraskan aturan terkait agraria serta mendorong pembentukan lembaga khusus di bawah Presiden guna mengatasi ego sektoral;

  1. Pengawasan Terhadap Izin Perusahaan di Kawasan Hutan:

Perlu dilakukan kajian ulang terhadap izin tambang dan perkebunan yang berpotensi merugikan masyarakat adat dan lingkungan;

  1. Dorongan Perda Masyarakat Adat:

DPRD Sumut segera mempercepat pengesahan Perda Pengakuan & Perlindungan Masyarakat Adat yang hingga kini masih tertunda di tingkat legislasi.

Seminar ini diharapkan mampu memperkuat upaya perlindungan hak masyarakat adat, petani, dan kelompok rentan lainnya di Sumatera Utara, sekaligus mempercepat penyelesaian konflik agraria yang adil dan berkelanjutan.

 

Contact Person :

Tommy (0823-8527-8480)

Penguatan Hukum dan HAM Untuk Mencapai Keadilan Sosial dan Ekologi

bakumsu@indo.net.id

BAKUMSU

Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara

Jalan Bunga Kenanga No. 11 D,

Kelurahan Padang Bulan Selayang II

Kecamatan Medan Selayang, Medan 20156

id_IDID