Perjuangan Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan Berlanjut: Sidang Lanjutan Kasus Konflik Lahan Dolok Parmonangan Menghadirkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan

[Simalungun, 3 Juli 2024] – Sidang lanjutan kasus konflik lahan Dolok Parmonangan yang digelar pada tanggal 3 Juli 2024 menghadirkan tiga saksi dengan kesaksian yang menarik perhatian publik. Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut hak-hak masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan yang terancam oleh kriminalisasi dan perampasan wilayah adat mereka.
Saksi fakta pertama dari BPN Simalungun Andrey Sarbadia S.H selaku kepala seksi pengendalian dan penanganan sengketa mengungkapkan bahwa meskipun belum pernah ada pendaftaran masyarakat adat di BPN Simalungun, ia belum pernah turun langsung ke wilayah Dolok Parmonangan untuk memverifikasi informasi tersebut.
Sementara itu, Sarmedi Purba, Ketua Pemangku Adat atau Partuha Maujana Simalungun (PMS), memberikan pernyataan bahwa tidak ada tanah adat di Simalungun. Pernyataan ini bertentangan dengan klaim masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan yang telah mendiami wilayah tersebut secara turun-temurun. Namun, Sarmedi Purba juga menjelaskan bahwa wilayah Simalungun dulunya merupakan kerajaan dengan tujuh kerajaan yang berdiri di sana, menunjukkan kompleksitas sejarah dan adat istiadat di wilayah tersebut.
Saksi ahli Roy Syah Yudi, S.P pejabat di penata gambar pada bidang tata lingkungan dan penatagunaan Dinas Lingkungan Hidup dan kehutanan provinsi Sumatera Utara mengakui bahwa sering terjadi tumpang tindih penguasaan tanah di Sumatera Utara, mencerminkan permasalahan krusial tata kelola lahan di Indonesia. Namun, saksi tetap menyatakan bahwa tanah yang menjadi objek perkara merupakan wilayah konsesi TPL, memicu kekhawatiran masyarakat adat akan perampasan wilayah mereka.
Audo Sinaga, penasihat hukum Sorbatua Siallagan, mempertanyakan kehadiran saksi dari BPN dalam persidangan karena BPN tidak memiliki kewenangan dalam kasus yang terjadi di kawasan hutan.
Audo Sinaga juga mengecam KLHK atas kelalaiannya dalam memverifikasi keberadaan masyarakat adat sebelum menetapkan status kawasan hutan dan kurangnya transparansi dalam prosesnya. Ia menegaskan bahwa penetapan status kawasan hutan tanpa mempertimbangkan keberadaan masyarakat adat merupakan tindakan yang tidak adil dan melanggar hak-hak mereka. Ia menilai hal ini telah memperkuat posisi TPL dan memperburuk situasi Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan.
Masyarakat Adat Melakukan Aksi dan Ritual Adat
Di luar persidangan, masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan melakukan aksi dan ritual adat Pangurason di depan Pengadilan Negeri Simalungun. Pangurason merupakan ritual adat Batak yang bertujuan untuk memohon kekuatan dan perlindungan dari leluhur. Ritual ini menjadi simbol penolakan mereka terhadap kriminalisasi Sorbatua Siallagan dan tekad mereka untuk mempertahankan hak-hak adatnya.
Tuntutan Masyarakat Adat:
1. Bebaskan Sorbatua Siallagan
2. Hentikan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan hak-hak mereka.
3. Sahkan Perda Masyarakat Adat Sumatera Utara.
Kontak:
[Audo Sinaga]
[+62 812-6327-2815]
BAKUMSU
Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara
Jalan Bunga Kenanga No. 11 D,
Kelurahan Padang Bulan Selayang II
Kecamatan Medan Selayang, Medan 20156
Desain oleh : Robby Fibrianto Sirait