Lompat ke konten
Home » Pertemuan Masyarakat Adat Humbahas dengan Pemkab Humbahas

Pertemuan Masyarakat Adat Humbahas dengan Pemkab Humbahas

(Humbahas) Kamis (13/12) Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Tano Batak (AMAN Tano Batak), bersama Masyarakat Adat Aek lung datang ke Kantor Bupati Humbang Hasundutan. Alasan kehadiran berbagai elemen masyarakat sipil tersebut untuk menghadiri undangan dari Sekretaris Daerah Pemkab Humbahas pada tanggal 11 Desember lalu. Dalam pertemuan tersebut disambut oleh Asisten I beserta jajarannya. Adapun agenda yang dibahas dalam pertemuan ini adalah terkait pembahasan usul pengakuan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2019.

Konflik masyarakat adat di Tano Batak dengan hutan bukanlah peristiwa yang pertama kali terjadi. Bahkan konflik ini meluas hingga terjadi kriminalisasi terhadap masyarakat adat, seperti halnya terjadi saat ini dengan masyarakat adat Lamtoras di Sihaporas. Peran dari Pemerintah Kabupaten sangat diperlukan dalam hal ini demi meminimalisir konflik yang terjadi. Wujudnya adalah dengan memberikan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Hal ini juga jelas memiliki landasan yuridis dalam pelaksanaan sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Dalam prosesnya, perlu desakan agar Pemerintah Kabupaten khususnya Humbahas segera membentuk kepanitian sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Permendagri No. 52 Tahun 2014. Pemkab Humbahas sebagai salah satu daerah yang mayoritas masyarakat beririsan dengan masyarakat hukum adat merespon dengan baik. Hal ini dilihat dengan kebijakan mengeluarkan Keputusan Bupati Nomor 151 Tahun 2019 tentang Pembentukan Panitita Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2019.  Lembaga-lembaga masyarakat sipil yang konsern dalam masyarakat adat mendukung niat baik dari Bupati Humbahas dan dilibatkan dalam kepanitian.

Sebagaimana disampaikan oleh Kabid Dinas Lingkungan mengatakan bahwa telah melakukan sosialisasi di sembilan (9) kecamatan terkait tindak lanjut dari pembentukan SK Bupati. Sosialisasi dilaksanakan bertujuan untuk mengajak berbagai masyarakat adat yang berada di Kabupaten Humbang Hasundutan terlibat secara langsung dalam pengajuannya. Hasilnya ada sekitar 2 masyarakat adat yang telah mengajukan yaitu Masyarakat Adat Pargamanan-Bintang Meriah dan Masyarakat Adat Pomparan Ama Raja Medang Simamora atau sering disebut Masyarakat Adat Aek Lung.

Selama pembahasan diselenggarakan menimbulkan ketidaksepahaman dari berbagai pihak terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. Sebagaimana disampaikan oleh Sahata Purba dari KPH 13 Dolok sanggul mengatakan bahwa masalah masyarakat hukum adat belum menyentuh Dinas Kehutanan secara menyeluruh. Bahkan sesuai perintah dari Menteri LHK masyarakat adat yang berada di kawasan hutan sebaiknya mengajukan Perhutanan Sosial sebagaimana diatur dalam Perpres 88 Tahun 2017 dengan mekanisme TORA. Daripada kita memasakkan mengeluarkan Peraturan Daerah yang berdampak terhadap tumpang tindihnya peraturan.

Manambus Pasaribu, Sekretaris Eksekutif Bakumsu mengatakan bahwa TORA dengan masyarakat hukum adat adalah dua hal yang berbeda. TORA adalah wujud pengakuan yang diberikan Negara kepada masyarakat sedangkan perlindungan dan pengakuan masyarakat adat berupa keberadaan masyarakat adat yang perlu dilegalisasi oleh Pemerintah. Jelas secara substansi TORA tidak bisa digunakan bagi masyarakat adat yang berada di Tanah Batak.

Senada disampaikan oleh Doharta Sirait dari KSPPM mengatakan bahwa “Perlu kiranya kita yang ada dalam kepanitian memiliki pemahaman yang sama. Perlu dipahami adalah putusan MK Nomor 35 Tahun 2012 bahwa mengisyaratkan Hutan Adat bukanlah Hutan Negara. Bila kita memberikan masyarakat mengajukan perhutanan sosial dan Pemerintah mengeluarkan Perda sama saja kita memicu konflik yang ada di masyarakat nantinya”

Selain itu, Asisten I selaku moderator dan ketua dalam kepanitian ini juga menyatakan bahwa kita telah sepakat dari pertemuan awal mendukung segera dikeluarkannya Perda dan SK sebagai wujud pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. Namun Perda atau SK Bupati tidak dapat dikeluarkan tahun ini namun akan dicoba ditetapkan pada tahun 2020 nantinya. Ir. Minrod Sigalingging, selaku Kepada Dinas Lingkungan mengatakan bahwa KSPPM dan Aman Tano Batak segera membantu masyarakat adat dan mengecek ulang berkas pengajuannya. Hal ini membantu tim panitia hukum adat segera melakukan verifikasi berkas dan kemudian melakukan verifikasi lapangan.

Kabupaten Humbahas adalah salah satu kabupaten yang berada di tanah batak dan terletak dipinggiran danau toba. Oleh karena itu, masyarakat hukum adat yang berada di kawasan hutan harus segera diberikan perlindungan dan pengakuan dan telah dikuatkan dengan tusan MK Nomor 35 Tahun 2012 telah mengatakan bahwa Hutan Adat bukanlah Hutan Negara. (Dhaniel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDID