BAKUMSU (Medan), Hengki Sirait warga Dusun XII Aek Sinuhil Desa Huta Padang Kec. Mandoge Kab. Asahan kembali dikriminalisasi oleh PT. Sari Persada Raya (PT. SPR). Hengki dilaporkan oleh perusahaan perkebunan itu dengan Pasal 107 huruf a UU No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, yaitu dituduh secara tidak sah mengerjai, menggunakan, menduduki, dan menguasai lahan perkebunan. Dituntut dengan ancaman hukuman paling lama 4 tahun dan atau denda sebesar Rp. 4. 000. 000. 000,-.
Menurut pengakuan masyarakat dari sejarah desa tersebut, lahan yang dikuasai oleh masyarakat Dusun XII Aek Sinuhil merupakan milik keturunan Op. Daria Sinuhil Sirait sejak tahun 1843. Sedangkan, Hak Guna Usaha (HGU) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) kepada PT. SPR adalah tahun 1996. “Kami memiliki bukti peninggalan sejarah yang berada di tengah lahan perkebunan milik PT. SPR,” kata Hengki Sirait.
Konflik tanah antara masyarakat dengan PT. SPR yang berujung pada tindakan kriminalisasi, terjadi pada tanggal 19 September 2016. Seorang karyawan PT. SPR beradu mulut dengan masyarakat yang mengusahai tanah seluas 4 Ha di Desa Huta Padang. Pada saat itu, Hengki mengeluarkan suara dengan nada tinggi kepada karyawan tersebut. Perdebatan itu, berujung pada dilaporkannya Hengki ke Polisi. Akhirnya, Polisi menangkap dan menahan Hengki dengan kasus pengancaman dan divonis pidana penjara selama 4 bulan. Setelah itu, ketika masyarakat masih tetap menguasai dan mengusahai tanah tersebut, Hengki kembali dilaporkan oleh PT. SRP melalui UU No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.
Jefri Sihotang, selaku pengacara Hengki Sirait menuturkan bahwa kasus Hengki Sirait merupakan bagian dari kriminalisasi perusahaan terhadap para petani yang menguasai tanahnya sendiri. Jefri menilai bahwa proses pembuatan HGU oleh pemerintah tidak transparan dan ganti rugi lahan tidak diberikan perusahaan terhadap masyarakat selaku pemilik lahan tersebut. “Kasus ini seperti rekayasa perusahaan. Kasus ini murni perdata, bukan pidana.” tegas Jefri. (LS)