Hampir 9 tahun sudah bencana gunung sinabung terjadi. Hampir 9 tahun pula bencana Sinabung ini secara langsung mempengaruhi kehidupan masyarakat Kabupaten Karo, terkhusus masyarakat sekitaran gunung (zona merah). Masyarakat, korban bencana erupsi gunung Sinabung didampingi Forum Advokasi Sinabung (FASI) yang tediri dari Yayasan Ate Keleng GBKP (YAK GBKP), Perhimpunan Pelayanan Pijer Podi (YAPIDI), Diakonia GBKP, Yayasan Sheep Indonesia (YSI) dan Perhimpunan Bantuan Hukum & Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU) mengikuti sidang lanjutan gugatan warga Negara (Citizen Law Suit) korban bencana gunungapi Sinabung. Pada sidang yang dipimpin oleh hakim ketua Yohana T. Pangaribuan, S.H, M.Hum di Pengadilan Negeri Kabanjahe (11/10/18) ini kembali tidak dihadiri oleh pihak tergugat 1, tergugat 2 dan tergugat 3. Yang mana ketiganya yakni Presiden Republik Indonesia, Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Gugatan warga Negara (Citizen Law Suit) bertujuan untuk melindungi kepentingan umum atau masyarakat luas dari kerugian public berupa terlanggarnya hak asasi manusia sebagai akibat tindakan atau kelalaian/pembiaran yang dilakukan oleh Negara. Gugatan ini diajukan kepada Pemerintah, disebabkan karena sebagai penyelenggara negara Republik Indonesia yang bertugas sebagai pengemban amanat tujuan negara sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945, bertanggung jawab memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia terutama mengambil langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain. Namun demikian kami melihat dalam upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana erupsi Gunungapi Sinabung pemerintah belum bekerja secara maksimal sebagaimana mandat yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Absennya ketiga tergugat dalam persidangan tersebut juga merupakan salah satu tindakan kelalaian Negara dalam menyelesaikan permasalahan bencana Sinabung. Dalam persidangan, wakil dari tiap lembaga tidak bisa memberikan surat kuasa yang membuktikan bahwa mereka adalah salah satu perwakilan dan berkuasa penuh dalam persidangan tersebut. Surat tugas yang dibawa tidak bisa memenuhi syarat, maka kehadiran mereka dianggap absen. Hal ini juga merupakan salah satu tanda bahwa Negara tidak beretika baik. Lambannya birokrasi mengakibatkan ada indikasi Negara ingin memperlama persidangan ini dan akhirnya permasalahan penanggulangan bencana pun semakin lama.
Hesron Milala selaku penggugat mengatakan bahwa kedatangannya setiap kali persidangan berbuahkan kekecewaan. Karena sidang tidak dapat dilanjutkan karena tidak lengkapnya berkas dari para tergugat. Beliau meminta kiranya para tergugat lebih cepat dalam merespon permasalahan mereka para penyintas. Kelalaian penggugat ini mengakibatkan persidangan diundur sampai tanggal 1 November 2018.