Lompat ke konten
Home » Testimoni Korban dan Hasil Investigasi Terkait Konflik Masyarakat Desa Nambiki VS PT LNK

Testimoni Korban dan Hasil Investigasi Terkait Konflik Masyarakat Desa Nambiki VS PT LNK

Konflik pengelolan sumber daya alam, khususnya tanah kembali menjadi persoalan yang berujung pada tindak kekerasan terhadap masyarakat. Sebagai daerah perkebunan yang potensial, Sumatera Utara memang tidak bisa lepas dari cerita ini. Peristiwa demikian kembali terjadi hari Senin 21 Januari 2019, PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) bersama aparat Kepolisian Polres Binjai melakukan okupasi lahan di Dusun IV Idaman Hati, Desa Nambiki, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat. Konflik akhirnya berujung pada pemukulan dan penganiayaan terhadap belasan masyarakat. Sepuluh (10) masyarakat turut diamankan oleh kepolisian serta diperiksa walau kemudian dibebaskan.

Informasi atas peristiwa ini kami dapat melalui laporan masyarakat yang diduga menjadi korban kekerasan aparat pada hari Rabu, 23 Januari 2019. Atas dasar itu pula kami kemudian melakukan pendampingan hukum dengan membuat laporan resmi ke Polda Sumatera Utara dengan Nomor: STTLP/75/I/2019/SUMUT SPKT II atas nama Kasta BR Sembiring dan Nomor : STTPL/74/I/2019/SPKT II atas nama Nirmala Sari BR Sitepu (mewakili dua korban anak-anak). Selain pendampingan hukum pada korban, Bakumsu dan KontraS kemudian membentuk tim guna melakukan investigasi langsung ke lapangan pada hari Sabtu, 26 Januari 2019.

Dari investigasi yang dilakukan, kami menemukan beberapa fakta-fakta lapangan yang bisa menjadi gambaran bagaimana sesungguhnya konflik bisa terjadi. Bahwa secara historis masyarakat memiliki keterikatan atas tanah tersebut, dimana sejak tahun 1953 para orang tua masyarakat sudah bercocok tanam dan membuka perkampungan. Bahkan sebagian masyarakat hingga saat ini masih memiliki KRPT berdasarkan Undang-undang Darurat No. 8 Tahun 1954 sebagai salah satu bukti mereka pernah hidup dan tinggal di sana. Persoalan muncul ketika penghujung tahun 1966 hingga awal tahun 1967 (bertepatan dengan pergantian rezim orde lama menjadi orde baru) tanah tersebut diambil alih secara paksa oleh PTPN IX, yang kemudian pada tahun 1979 berubah menjadi PTPN II.

Momentum pergantian rezim kekuasaan dari orde baru ke era reformasi memunculkan semangat masyarakat untuk kembali menduduki tanah-tanah orang tua mereka. Berakhirnya HGU PTPN II, aspek historis, KRPT dan kondisi lahan terlantar menjadi alasan yang membuat masyarakat kemudian secara gotong-royong mengelola areal tersebut. Munculnya kerjasama antara PTPN II dan PT.LNK dalam rangka merehabilitasi areal-areal kebun PTPN II di tahun 2009 mengubah situasi yang selama belasan tahun ini relative aman.

KEPOLISAN TURUT SERTA SEBAGAI AKTOR

Fakta-fakta tersebut menjelaskan bahwa konflik ini sesungguhnya sangat kompleks dan sudah berlangsung cukup lama. Oleh sebab itu, kami sangat menyayangkan tindakan kepolisian yang memilih jalan pintas dengan menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan yang sesungguhnya begitu rumit. Seyogyanya kepolisian berfungsi melindungi, mengayomi, dan ketertiban masyarakat justru melakukan tindakan represif. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU) beserta Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Sumatera Utara (KontraS) mengecam tindakan represif kepolisian Polres Binjai tersebut.

Berbagai Aturan Internal Kepolisian Seperti Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas, Perkap No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian serta Perkap Nomor 16 tahun 2006 tentang Pengendalian Massa (Dalmas) harusnya menjadi pedoman pokok yang wajib ditaati, bukan menjadi regulasi tanpa implementasi. Persoalan konflik agraria, khususnya yang melibatkan PT.LNK di Kabupaten Langkat bisa menjadi bukti dari ribuan bukti lain. Bahwa kepolisian lagi-lagi gagal mengambil posisi netral, untuk kemudian fokus memfasilitasi, mempertemukan serta mencari win-win solution bagi masyarakarat dan perusahaan. Kita tentu tidak ingin, persoalan antara PT LNK dan masyarakat justru berubah menjadi konflik baru, yakni antara masyarakat VS Kepolisian

Penggunaan kekuatan oleh kepolisian haruslah didasari atas Asas Legalitas (sesuai Prosedur dan Hukum). asas Nesesitas (kebutuhan untuk mencapai tujuan penegakan Hukum), asas proporsionalitas (keseimbangan antara tindakan yang dilakukan dengan ancaman yang dihadapi) dan asas akuntabilitas (bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan hukum). Maka dari itu, kami mendorong praktek kekerasan dalam okupasi lahan di Dusun IV Idaman Hati ini diproses secara hukum. Kepolisian, melalui Polda Sumatera Utara ditantang untuk berani menindaktegas anggotanya bila terbukti melakukan kesalahan. Walaupun berdasarkan fakta-fakta selama ini, sangat jarang aparat yang melakukan praktek kekerasan dalam upaya penggusuran atau pengendalian unjuk rasa mendapat sanksi secara pidana.

KETIDAKPEDULIAN NEGARA

Sebagaimana sudah dijelaskan, sejak PT.LNK melakukan kerjasama operasi dengan PTPN II di tahun 2009, tanah-tanah yang sebelumnya diduduki masyarakat selama belasan tahun kembali bergejolak. Program merehabilitasi perkebunan (kelapa sawit dan karet) diareal seluas 20.221 hektar yang terbagi dalam 5 kebun (Bukit Lawang, Tanjung Keliling, Basilam, Padang Brahrang dan Gohor Lama) menuai perlawanan dari masyarakat. Seharusnya Negara, khususnya Pemerintah Kabupaten Langkat dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sejak awal bisa membaca situasi untuk kemudian berperan dalam meredam konflik. Namun sayangnya, Negara terkesan membiarkan masyarakat berhadap-hadapan secara langsung dengan PT.LNK. Dalam catatan kami, PT LNK dalam kurun 4 tahun terakhir sudah terlibat dalam beberapa bentrokan imbas dari upaya replanting diberbagai wilayah Kabupaten Langkat.

Tabel:Konflik antara PT.LNK dan Masyarakat di Kabupaten Langkat

NO TAHUN LOKASI KETERANGAN
1 2014 Dusun II Batu Delapan kelurahan binge kecamatan wampu Kabupaten Langkat Proses okupasi lahan seluas 138 Ha dengan menurunkan satu satuan setingkat kompi
2 2016 Dusun cinta dapat, Desa Padang brahrang PT. LNK menggusur tanah yang telah dikuasai puluhan tahun oleh kelompok tani cinta dapat seluas 58 Ha
3 2016 Dusun Sukorejo, Desa Padang Brahrang Okupasi terhadap 46 Ha lahan persawitan
4 2016-2017 Desa Mekar Jaya, Kecamatan Wampu Menggusur ratusan rumah petani di mekar jaya seluas 554 Ha belasan orang terluka, dan 360 orang kehilangan tempat tinggal
5 2019 Dusun IV Idaman Hati,Desa Nambiki, Kecamatan Selesai Melakukan okupasi lahan seluas 250 Ha menyebabkan 10 orang diamankan dan belasan orang dipukuli

 

Aparatur pemerintah justru memilih mengambil peran mensosialisasikan solusi penyelesaian versi PT.LNK, yakni dengan membagi-bagikan “tali asih” sebagai kompensasi terhadap masyarakat yang hidup di areal lahan yang akan di okupasi. Padahal, keinginan masyarakat tidak melulu soal tali asih. Tapi bagaimana merasakan Negara bisa hadir dalam rangka member perlindungan bagi mereka untuk tetap bias tinggal di atas tanah yang dibangun dan diusahainya. Apalagi dari temuan investigasi di lapangan, kami menemukan fakta-fakta bahwa pembagian tali asih justru tidak tepat sasaran (bukan pada orang yang menguasai lahan) serta dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk mengeruk keuntungan pribadi.

Oleh sebab itu, kami mendesak Gubernur Sumatera Utara untuk segera mengambil langkah penyelesaian, sebagaimana janjinya akan menuntaskan konflik agraria di Sumatera Utara. Persoalan antara masyarakat dengan PT. LNK bias menjadi test case, sejauh apa komitmen Gubernur Sumatera Utara menyelesaikan persoalan konflik agraria. Tanpa kepedulian dari Negara melalui aparatur pemerintahnya, masyarakat petani tidak hanya kehilangan tanah yang selama ini menjadi tumpuan hidup dan kehidupannya, namun juga mendapat praktek kekerasan dan diperlakukan secara tidak manusiawi. Belum lagi problem tentang begitu sulitnya mendapat keadilan hukum dengan melaporkan praktek kekerasan yang dialami, maka lengkap sudah kelamnya penegakan, pemenuhan dan penghormatan bagi hak asasi manusia di Negara ini.

PENUTUP

Atas peristiwa yang terjadi di dusun IV Idaman Hati desa Nambiki Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat, maka kami menyatakan:

  1. Menuntut Kapolda Sumatera Utara untuk segera mengevaluasi kinerja Kapolres Binjai beserta jajaran yang diduga bertindak sewenang-wenang dan menggunakan kekuatan berlebihan dalam menyikapi persoalan konflik agraria;
  2. Mendesak Kepolisan Daerah Sumatera Utara agar segera melakukan penyelidikan dan penyidikan laporan polisi Nomor : STTLP/75/I/2019/SUMUT SPKT II atas nama Kasta BR Sembiring dan Nomor : STTPL/74/I/2019/SPKT II atas nama Nirmala Sari BR Sitepu yang diduga menjadi korban tindak kekerasan
  3. Meminta kepada Kompolnas, Komnas HAM dan Komisi III DPR RI untuk segera melakukan investigasi langsung terkait dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam berbagai okupasi PT.LNK yang di backup penuh oleh
  4. Menuntut Gubernur Sumatera Utara untuk segera menyelesaikan berbagai konflik agraria yang melibatkan PT.LNK, khususnya terkait persoalan di dusun IV Idaman Hati, Desa Nambiki, KecamatanSelesai Kabupaten

Mendesak DPRD Sumatera Utara untuk segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan memanggil berbagai stakeholder guna mencari titik temu dalam persoalan yang dihadapi masyarakat Dusun IV Desa Nambiki.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDID