Urgensi Bhineka Tunggal Ika Bagi Penerus Bangsa
Oleh: Titin Mayasari Sinaga
Indonesia dengan berbagai suku, ras, dan agama yang sudah sejak dahulu saling menghormati. Hal itu terbukti dengan lahirnya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Namun, saat ini rakyat Indonesia sedang menghadapi berbagai permasalahan yang dapat menguji kedewasaan dan keragamannya sebagai sebuah bangsa yang besar, yaitu dengan maraknya kasus intoleran, penistaan agama dan berbagai kasus SARA yang selalu terjadi.
Bhinneka Tunggal Ika diuraikan dalam Perpres RI Nomor 66 Tahun 1951, tentang Lambang Negara dalam penjelasan Pasal ke-5 mengatakan bahwa perkataan Bhinneka Tunggal Ika itu ialah gabungan dua perkataan yaitu Bhinna dan Ika. Kalimat seluruhnya itu dapat diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Pepatah ini menggambarkan persatuan atau kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia, walaupun ke luar memperlihatkan perbedaan atau perlainan. Kalimat itu pernah dipopulerkan oleh pujangga bernama empu Tantular.
Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi. Pemilihan langsung dapat kita amati secara langsung dari tingkat paling bawah, seperti pemilihan RT hingga ke pemilihan Presiden. Setiap orang bebas mengutarakan aspirasinya, namun bukan berarti kita bisa menyalahgunakan sistem demokrasi ini untuk berpendapat sebebas-bebasnya, apalagi pendapat tersebut bersifat ujaran-ujaran kebencian yang menimbulkan perpecahan toleransi bangsa.
Walau sebagai negara demokrasi terbesar, masih saja banyak yang menilai demokrasi di Indonesia masih sebatas pada prosedural dan belum substansial, apa yang dilaksanakan tidak berdampak positif secara signifikan meskipun ada beberapa wilayah yang cukup maju seperti Jakarta. Sedangkan yang menjadi ancaman lainnya bagi kebhinnekaan kita adalah rumor adanya kemunculan eks PKI. Bagi kelompok pro komunis atau paham kiri, selalu mempunyai alibi. Bahwa masyarakat banyak salah menafsirkan gerakan kiri atau identik dengan PKI. Padahal saat ini partainya saja sudah tidak ada.
Terkikisnya nilai kebhinnekaan
Pelajar yang mendapatkan pendidikan pancasila dibangku sekolah hanya tau teorinya saja dan enggan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari seperti contoh, pelajar sudah mengetahui bahwa Pancasila adalah ideologi negara namun masih saja ada yang tanpa berpikir panjang menghina lambang negara tersebut. Kemudian, Bhinneka Tunggal Ika yang diagungkan sejak dulu oleh pendiri bangsa mulai tidak dipahami dan hanya sebatas diucapkan. Kebhinnekaan merupakan sumber persatuan bangsa Indonesia dan Pancasila adalah landasan dasar yang mengajarkan semuanya. Namun lagi-lagi saat ini. Pancasila sudah dianggap usang dan tidak diperlukan. Padahal, salah satu perekat nasionalisme adalah nilai kebhinnekaan itu sendiri.
Kasus lain, lagu kebangsaan Indonesia Raya hanya dinyanyikan tanpa makna. Hal ini dibuktikan dengan tidak ada respon baik ketika lagu kebangsaan dikumandangkan. Menilik negara lain, seperti Korea, apapun aktivitas mereka, ketika lagu kebangsaan mereka dikumandangkan, seluruh warga berdiri tegap seakan memberi hormat kepada para pahlawan pejuang kemerdekaan negara mereka.
Hal lain sehubungan dengan terkikisnya nilai kebhinnekaan dan keberagaman adalah lemahnya penegakan hukum. Banyak kasus SARA yang mengancam kebhinnekaan tidak diselesaikan secara tuntas sampai ke akarnya. Akibatnya banyak bermunculan kasus serupa di kalangan masyarakat. Kondisi tersebut diperparah dengan pendidikan pancasila yang saat ini sangat minim bahkan banyak para pelajar dan mahasiswa yang tidak hafal Pancasila serta lambangnya masing-masing. Kalau sudah begini, bagaimana bisa merawat kebhinnekaan, jika landasan dasar dan roh kebhinnekan saja sudah tidak hafal dan tidak paham. Seharusnya kebhinnekaan yang ada di Indonesia sudah menjadi tanggung jawab bersama untuk merawatnya, karena tidak akan mungkin dilakukan penyeragaman apabila para pemimpin kita masih banyak yang belum memahami.
Indonesia sebagai contoh keberagaman sudah mulai dipertanyakan, karena muncul berbagai kasus yang berpotensi SARA ataupun yang menunjukkan penolakan terhadap pancasila. Seperti kasus terkait Zazkia Gotik yang menghina lambang negara yang kemudian diberikan sanksi berupa pengangkatan menjadi duta pancasila. Dia diberi beban moral untuk mengucapkan isi pancasila sebelum memulai aksi panggungnya sebagai seorang penyanyi. Inilah tanda-tanda terkikisnya nilai kebhinnekaan.
Terkait dengan terkikisnya kebhinnekaan, khususnya dikalangan pelajar ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam penanggapan krisis intoleran ini terhadap pelajar di Indonesia. Seperti Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMDIKBUD) mengeluarkan peraturan mengenai penumbuhan budi pekerti, yaitu Permendikbud No.23 Tahun 2015, tentang Penumbuhan Budi Pekerti yang pada bagian II mengenai menumbuhkembangkan nilai-nilai kebangsaan dan kebhinnekaan yang tertulis, menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menerima keberagaman sebagai anugerah untuk bangsa Indonesia. Anugerah yang harus dirasakan dan di syukuri sehingga manfaatnya bisa terasa dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya, penting bagi kita para pengguna sosial media aktif yang pastinya membutuhkan literasi media untuk bersikap bijaksana. Karena kita tau sosial media mampu menyampaikan seluruh informasi-informasi yang benar ataupun hoax dengan sangat cepat penyebarannya. Hal ini sangat mungkin menjadikan apapun informasi tersebar akan langsung masuk ke privat seseorang jika tanpa ada filter.
Langkah-langlah yang perlu diambil dalam menanggapi krisis intoleransi dikalangan penerus bangsa adalah: Pertama, harus dimulai dari kesadaran diri sendiri yng harus menumbuhkan rasa cinta tanah air, seperti mencintai dan mengutamakan pembelian produk-produk dalam negeri dan menjaga kekayaan budaya. Kedua, jenjang pendidikan haruslah dijadikan tolak ukur dan sarana mengenai pemahaman akan kebhinnekaan. Pelajaran Pancasila harus dimunculkan dengan standart pelajaran yang lebih komprehensif dengan dibarengi praktek langsung disekolah ataupun dilingkungan masyarakat. Kemudian diajarkan materi konkrit yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga pelajaran tersebut tidak hanya bersifat teori semata. Ketiga, bagi para mahasiswa yang diyakini menjadi bibit penerus bangsa yang lebih dewasa dan lebih cerdas serta sebagai agen perubahan, harus mulai melakukan dan memikirkan kondisi nasional dan bersifat lebih terbuka.
Hal-hal yang dapat dilakukan misalnya melakukan penyuluhan-penyuluhan bertema kebhinnekaan ke sekolah-sekolah, panti asuhan ataupun kepada anak-anak jalanan. Bisa juga dengan upaya memberdayakan hasil-hasil kerajinan tangan setiap daerah untuk menumbuhkan kecintaan terhadap keberagaman budaya. Contohnya songket Tapanuli di inovasikan menjadi gaun pesta yang kemudian ditampilkan dalam sebuah acara pentas seni melalui kegiatan organisasi yang ada dikampusnya masing-masing. Turut serta menjadi pemerhati dalam lingkungan sekitar dalam hal ekspresi Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri. Beberapa langkah tersebut bisa dijadikan cara untuk menumbuhkan rasa kecintaan terhadap tanah air. Sebagai penerus modern kita harus mampu menjaga kekayaan budaya kita dan tumbuh bersama manjadi masyarakat yang toleran. Hal ini kita lakukan untuk menjaga kesatuan Negara kita.