Aliansi Bumi Rumah Kita Desak Penyelamatan Lingkungan

Medan. Sekitar 48 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Bumi Rumah Kita melakukan aksi simultan di 4 titik di Medan, Sabtu (5/12). Aksi tersebut dilakukan dalam menyikapi pertemuan para negara pihak ke 21 (Conference of Parties/COP 21) yang membahas perubahan Iklim di Paris, Prancis,  pada 30 November sampai 11 Desember 2015. Pertemuan antara pemimpin negara-negara dunia ini memiliki arti strategis bagi masa depan iklim bumi karena para negara pihak yang hadir akan  menyusun kesepakatan baru yang bertujuan menekan laju pemanasan global hingga 2 derajat melalui pembuatan kesepakatan yang mengikat negara-negara pihak secara hukum (legally binding agreement) yang akan berlaku bagi semua Negara pihak termasuk Indonesia dan komitmen secara nasional masing-masing negara pihak tentang seberapa besar kontribusi mereka dalam menangani perubahan iklim.

Aliansi Bumi Rumah Kita menyatakan keprihatinan dan kekecewaan atas beberapa persoalan lingkungan antara lain pembakaran hutan (lahan) yang terjadi secara besar-besaran dan berkelanjutan di Indonesia, bencana banjir yang terjadi di Medan, Labuhan Batu, Pematang Siantar dan Asahan. Konversi hutan untuk tambang, perkebunan dan hutan tanaman industri, terjadinya bencana asap akibat kebakaran hutan, tata kelola sampah yang buruk, ketergantungan petani pada pemakaian obat-obatan pertanian seperti pestisida dan penggunaan bahan tambang batubara untuk pembangkit listrik.

Aliansi Bumi Rumah Kita juga menuntut pemerintah supaya mencabut izin dan penutupan beberapa perusahaan yang menyebabkan krisis lingkungan di Sumut, di antaranya adalah PT. Toba Pulp Lestarai (TPL), PT. Dairi Prima Mineral (DPM), PT. Agincourt Resources, PT. Sorik Mas Mining (SMM), PT.  Gorga Duma Sari (GDS), PT. Aquafarm, PT. Gruti, PT. Teluk Nauli, perkebunan skala besar yakni Sinar Mas, Wilmar dan lain sebagainya. (tp)