Pemerintah menggadang mega proyek bertema percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia. Intinya, proyek ini jadi jalan terang bagi investor menanamkan modal di berbagai sektor dan lokasi yang dianggap potensial. Dengan adanya investasi besar-besaran ini, dikhawatirkan akan mengubah penggunaan ruang. Pertumbuhan industri akan semakin pesat, khususnya industri kelapa sawit, Hutan Tanaman Industri (HTI) dan pertambangan.
Potensi masyarakat adat/lokal, petani, yang tergusur dari tanahnya, hutan yang dibabat habis, dan lahan petani yang menyempit pun akan semakin besar. Tanah-tanah yang harusnya digunakan masyarakat untuk tanaman pangan akan tergusur oleh industri-industri yang rakus akan lahan dan sumber daya tersebut. Sementara buruh akan tetap mendapat upah tidak layak dan kondisi kerja yang buruk.
September 2014 lalu, Menteri Koordinator Perekonomian yang waktu itu masih dijabat oleh Chairul Tanjung, hadir dalam sebuah acara Refleksi Tiga Tahun Pelaksanaan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di Jakarta Convention Center. Sebagai ketua harian proyek ini, Ia dapat mandat melaporkan capaian mega proyek MP3EI dalam kurun waktu tiga tahun sejak proyek ini resmi dicetuskan, tepatnya Mei 2011 silam melalui Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.
Chairul Tanjung (CT) melaporkan investasi yang digelontorkan dalam MP3EI sudah mencapai 800 triliun rupiah. Investasi ini terbagi dalam investasi riil dan infrastruktur. Hampir 400 proyek sudah ground breaking (peletakan batu pertama) dari 1000-an proyek yang ditargetkan. Untuk dana investasi didapat dari BUMN, swasta, APBD dan APBN. Sejauh ini sumber dana paling banyak dari swasta mencapai 37,9 persen.
Wujud investasi ini tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTT, Papua dan Maluku. Selain membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, CT menyampaikan antar pusat ekonomi baru akan dikoneksikan dengan infrastruktur fisik maupun non fisik. Infrastruktur fisik meliputi jalan raya, jalan tol, rel kereta api, pelabuhan, bandar udara, dan sebagainya.
“Semangat MP3EI adalah untuk membuat seluruh provinsi, kabupaten, dan kota punya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Maka, kebijakan yang dahulu pusat pertumbuhan hanya di pusat-pusat, pulau-pulau tertentu tidak ada lagi,” kata CT dalam laporannya pada penutupan Refleksi Tiga Tahun Pelaksanaan MP3EI, (Kompas.com, Jumat, 5/9/2014).
Senada, dalam acara tersebut SBY bahkan menilai ini adalah program paling sukses yang ia kerjakan. “Saya bangga, di Bali, Balikpapan, Medan, dan Makassar ada bandara megah. Jalan tol atas laut juga sekarang bisa dinikmati di Bali. Ini bisa memacu kegiatan ekonomi masyarakat,” kata SBY dalam pidato kenegaraan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat, 15 Agustus 2014. Pada pemerintahan yang baru, SBY pun tak lupa menitip proyek ini kepada presiden baru, Jokowi supaya tetap dijalankan.
Strategi Kapling Melalui Koridor Khusus
Pada tahun 2009, Economic Riset Institut For ASEAN and East ASIA (ERIA) melakukan sebuah riset terhadap Indonesia. ERIA adalah lembaga riset khusus yang dibentuk kaum Intelektual dan ahli ekonomi Asia yang konsen membahas integrasi ekonomi ASEAN, menyusun gagasan konseptual, prinsip-prinsip, struktur, tema riset dan skema pengembangan wilayah ASEAN. Hasil penelitian ERIA tersebut bernama Indonesia Economics Development Corridors yang mana konsep ini diadopsi menko perekonomian masa SBY untuk pembangunan ekonomi dan melahirkan proyek MP3EI.
Saurlin Siagian dari Hutan Rakyat Institute menjelaskan, ide pembangunan ini didalangi krisis ekonomi tahun 2008 yang menimpa Amerika Serikat dan Eropa, maka ada perubahan sistem investasi. Industri-industri ekstraktif didorong tumbuh di wilayah Asia dengan konsep geografi ekonomi yang menghasilkan regionalisasi ekonomi. Artinya ada pengelompokan kawasan berdasarkan potensi sumber daya yang dimiliki serta geografisnya. Kemudian akan dibangun infrastruktur sebagai penghubung setiap sumber dan konsumen. “Intinya konsep pembangunan industri ini dengan memetakan ulang sumber daya, bahan baku, dan memetakan konsumen baru”, ujarnya.
Pengelompokan pusat-pusat investasi ke dalam koridor menjadi hal penting dalam proyek ini. MP3EI membagi Indonesia menjadi enam koridor yaitu koridor Sumatera, Koridor Jawa, Koridor Kalimantan, Koridor Sulawesi, Koridor Bali-Nusa Tenggara, Koridor Maluku-Papua. Setiap koridor ini menunjukkan sebuah lokasi investasi dan konsumen.
Misalnya untuk koridor Sumatera dijadikan sebagai sentra produksi pegolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional karena dilihat dari potensi yang dimiliki. Maka Sumatera akan dikhususkan bagi investor yang bergerak dalam produksi hasil bumi dan tambang. Hasil bumi bukan hanya pangan namun bisa juga batu bara, minyak, emas, karet dan sawit. Artinya perusahaan sawit, karet hingga tambang akan tumbuh di Sumatera.
Untuk koridor Jawa dijadikan pendorong industri dan jasa nasional. Artinya Jawa akan tetap menjadi pusat administratif dan jasa. Perputaran bisnis akan tetap terjadi di Jawa. “Di Sumut tidak akan dibangun yang berkaitan dengan jasa dan di Jawa juga tidak akan dibangun industry. Semua komoditi ini adalah komoditi kapital. Tidak ada membicarakan buruh atau petani,” katanya.
Sementara untuk memastikan distribusi produk secara cepat dan efektif, maka di setiap pulau dan koridor akan dilakukan pembangunan sarana transportasi yang mendukung seperti jalan tol, pelabuhan, bandara internasional. Sarana transportasi yang memadai dan lengkap akan membantu perusahaan mengefektifkan biaya distribusi dan mempercepat barang dan jasa sampai kepada konsumen.
“Intinya pembangunan fasilitas publik yang harusnya ditujukan kepada publik, dilakukan untuk kepentingan investor. Investasi skala besar membutuhkan pengamanan yang besar, energi, transportasi serta keuangan skala besar. Semua ini dibangun bukan supaya kita bisa menikmati namun supaya bisa mendukung aktivitas investor,” jelasnya.
Sesuai namanya proyek perluasan dan percepatan. Memperluas pusat-pusat produksi dan mempercepat proses yang didalamnya. Perusahaan- perusahaan akan dibangun ditiap pusat sumber daya alam yang tersedia. Kemudian hasil produksi akan didistribusikan dengan sistem transportasi yang memadai. Dan pada akhirnya ini semua akan mengurangi biaya produksi perusahaan dan distribusi yang ditanggung perusahaan. “Semua ini adalah untuk kapital dan menghindari krisis kapital,” terang Saurlin.
Sumut Jadi Pusat Investasi : Siapa Untung, Siapa Buntung?
Beberapa wilayah di Sumut akan menjadi zona khusus investasi dan operasional proyek MP3EI. Tidak banyak masyarakat yang mengetahui hal tersebut karena tidak pernah dilibatkan dalam perumusan kebijakan baru ini.
Badan Perencanaan Daerah (Bappeda)Provinsi Sumatera Utara sendiri mengakui tidak banyak dilibatkan dalam proyek ini, Bapeda bahkan terkesan sama dengan masyarakat sebagai penonton. Mereka sesekali diundang ke Jakarta untuk ditanyai seputar perkembangan pembangunan. “Ini kan proyek top-down dari pusat yang harus kami terima dan laksanakan dengan baik di daerah” ungkap Kepala Seksi Ekonomi Bapeda Sumut, Muhammad Arsyad Siregar dalam diskusi bertema Proyek MP3EI: Akselerasi Pembangunan atau Pemiskinan di aula FISIP USU, selasa (28/10) silam.
Lebih lanjut, Bappeda Sumut menjelaskan proyek baik yang sudah selesai, sedang dalam masa pembangunan maupun yang akan dibangun di Sumut. Beberapa di antaranya adalah bandara internasional Kuala Namu, Jalan tol Kuala Namu, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei dan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Sawit (PLTNS). Menurutnya, proyek ini akan mengantarkan pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar ke 12 di dunia dengan Produk domestik Bruto (PDB) hingga mencapai US$ 3,8 sampai 4,5 Trilyun dan Pendapatan/kap sebesar 13.000 sampai16.100 US$ di tahun 2025.
Dalam peta Lokasi Proyek MP3EI koridor Sumatera yang dibuat oleh KP3EI tahun 2013, Proyek Bandara Kualananamu diberi label hijau. Artinya proyek ini berjalan cepat dan rencana aksinya diatas delapan puluh persen. Tidak main-main, Bandara Kualanamu dibangun bertaraf Internasional dan terhubung langsung dengan city railink. Dalam skema MP3EI, Bandara seluas 1.376 hektar ini, akan jadi salah satu penghubung utama Indonesia dan dunia, selain Bandara Soekarno Hatta-Tangerang dan Hasanuddin- Makassar.
Selain pendukung transportasi udara, di Sumut tepatnya di Batubara juga dibangun transportasi laut. Di areal seluas 25 hektar dibangun pelabuhan Kuala Tanjung. Sejatinya pelabuhan Kuala Tanjung adalah pelabuhan kelas dua yang disiapkan menjadi pelabuhan raksasa dengan dua tujuan utama yakni sebagai pelabuhan peti kemas dan kelapa sawit. Pembangunan pelabuhan ini didasarkan pada kebutuhan logistik dari dan ke kawasan Industri Sei Mangkei yang letaknya kurang lebih 40 km dari pelabuhan.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei terletak di desa Nagori, Sei Mangkei Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. KEK Seluas 2002 hektar ini termasuk dalam MP3EI koridor Sumatera dengan aktivitas ekonomi utama kelapa sawit. Kawasan ekonomi ini juga disiapkan menampung 200 industri kelas dunia. KEK Sei Mangkei satu-satunya kawasan yang memiliki akses ke Selat Malaka dan juga terintegrasi dengan Pelabuhan Kuala Tanjung.
Saurlin menjelaskan bahwa pembangunan tiga proyek ini, Bandara Kuala Namu, Pelabuhan Kuala Tanjung dan KEK Sei Mangkei dilakukan untuk mendukung Koridor Sumatera sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional. Selain itu, Sumatera juga dirancang menjadi gerbang ekonomi nasional menuju pasar internasional dan itu dipusatkan di Sumut. Berdasarkan data terakhir yang dia peroleh, lima investasi asing telah masuk di Sei Mangkei, Tambang emas Agincourt resource di Tapanuli Selatan, Tambang Seng dan Timah PT Dairi Prima Mineral di Dairi.
Selain itu kawasan-kawasan ekonomi khusus akan menjadi kawasan elit dan terpisah dengan masyarakat. Ia menjelaskan hal ini sudah mulai terlihat di KEK Sei Mangkei. Berdasarkan riset yang mereka lakukan, tidak banyak masyarakat sekitar yang tahu pembangunan kawasan ini. Pengamanan khusus juga dilakukan dengan membangun camp militer di Simalungun. Masyarakat tidak bisa mengakses kawasan ekonomi ini.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah terkait soal buruh. Proyek ini tidak membicarakan kondisi buruh. Sementara investasi datang ketika sumber tenaga yang murah sudah disiapkan. Misalnya buruh kelapa sawit di Sumut yang sejak seratus tahun lalu tidak berubah kehidupannya. Mereka dibayar murah bahkan tanpa tunjangan.
“Di Sumut 70 persen buruh statusnya Buruh Harian Lepas (BHL). Mereka tidak punya ikatan dengan perusahan, tidak memiliki tunjangan dan tidak ada gaji bulanan. Buruh ada dilapisan bawah dan disipakan sebagai karpet untuk investasi,” ujar Saurlin. Masih menurut Saurlin, proyek ini harus segera dihentikan. Seharusnya pemerintah sekarang mengevaluasi dan menjalankan mana proyek yang ada kepentingannya dengan masyarakat. (Deborah)
Proyek MP3EI di Sumatera Utara (sumber Bappeda Sumut)
No. | Nama Proyek | Progress 100%
|
On-Progress
|
1. | Pembangunan Jalan Tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi | ü | |
2. | Pembangunan Rel KA Stasiun Araskabu – Kualanamu | ü | |
3. | Perluasan Pelabuhan Belawan | ü | |
4. | Pembangunan Rel KA ruas Bandar Tinggi – Kuala Tanjung | ü | |
5. | Peningkatan Jalan Tebing Tinggi – Kisaran – Rantau Prapat – Batas Provinsi Riau | ü | |
6. | Pengembangan Jalan Akses Kualanamu Tahap II dan Fly Over Tahap I dan II | ü | |
7. | Peningkatan Jalan Lima Puluh – Pematang Siantar – Kisaran | ü | |
8. | Perbaikan/Pelapisan Jalan ruas Lima Puluh – Simp. Inalum | ü | |
9. | Pembangunan Jalan Akses Belawan sepanjang 15 Km | ü | |
10. | Pembangunan Rel KA dari KEK Sei Mangke ke Kota Lima Puluh | ü | |
11. | Pelebaran Jalan dari KEK Sei Mangke – Lima Puluh | ü | |
12. | Pembangunan PLTP Sarulla-1 Kapasitas 110 MW | ü | |
13. | PLTA Asahan III Kapasitas 2 x 87 MW (174 MW) | ü | |
14. | Pembangunan Transmisi Listrik di Sumatera Utara (17 Titik) | ü | |
15. | Pembangunan Sector Private Bandara Kualanamu | ü | |
16. | Proyek Sibayak 3 | ü | |
17. | Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Sawit (PLTNS) | ü | |
18. | KEK Sei Mangke (Kawasan Industri berbasis Oleochemical) | ü | |
19. | Pengembangan Hidro Skala Besar (2 x 87 MW), Porsea, Asahan 3 | ü | |
20. | Pembangunan Jalan Tol Medan – Binjai | ü |