Home / KAJIAN KEPUTUSAN / Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Simalungun

Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Simalungun

Register Nomor : 346/PID.B/2013/PN-SIM Tanggal 27 Maret 2014

Sahat M. Hutagalung

  1. Pengantar

“Dihukumnya seseorang yang tidak bersalah merupakan urusan semua orang yang berpikir” demikian kata La Bruyerre, seorang ahli hukum Prancis pada abad ke-17. Ungkapan ini menjadi kalimat pembuka pada sebuah buku yang ditulis oleh Herman Mostar yang bercerita tentang proses peradilan-peradilan sesat.

Pengadilan dalam hal ini Hakim pada kenyataannya juga adalah manusia yang tidak luput dari khilaf dan keliru. Ketidakmampuan atau kekeliruan dalam mengungkap fakta-fakta dan kebenaran dalam satu perkara mengakibatkan kekeliruan dalam memberi pertimbangan hukum bagi putusan. Lebih buruk lagi apabila kekeliruan dalam mengungkap fakta-fakta perkara justru dilakukan secara sengaja oleh oknum-oknum aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa, Advokat, Hakim) untuk tujuan-tujuan tertentu di luar hukum dan keadilan. Akibatnya apa yang menjadi tujuan dari suatu proses peradilan, yaitu untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan menjadi tidak tercapai.

Proses peradilan yang sesat akan menghasilkan putusan hukum yang sesat pula yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat pencari keadilan. Suatu proses hukum penyelesaian perkara (khususnya proses peradilan pidana) pada hakikatnya selalu melibatkan manusia di dalamnya. Apa yang diputuskan hakim dalam putusannya menjadi penentu bagaimana nasib selanjutnya dari anak manusia yang didudukkan sebagai terdakwa dalam perkara dan yang menjadi korban atau keluarganya. Kesalahan dalam memberikan putusan hukum dapat berarti pelanggaran atau pengabaian terhadap kemanusiaan. Oleh karena itu, seorang ahli Hukum Pidana Indonesia, Prof. Roeslan Saleh, mengatakan bahwa pekerjaan mengadili sebagai pergulatan kemanusiaan. Oleh karena itu pula, maka ada ungkapan dalam hukum yang mengatakan lebih baik melepaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.

Putusan yang sedang dikaji adalah perkara yang melibatkan dua orang warga Dusun Sinta Raya, Kelurahan Tiga Runggu, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara yang bernama Lendin Saragih Sijabat dan Nobel Saragih. Keduanya telah didudukkan sebagai Terdakwa dalam proses persidangan perkara pidana di Pengadilan Negeri Simalungun dengan dakwaan Primair : dimuka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUH Pidana; Subsidair : secara bersama-sama dengan sengaja dan dengan melawan hak membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 406 ayat (1) KUH Pidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

  1. Kasus Posisi

Perkara yang dialami Lendin Saragih Sijabat dan Nobel Saragih bermula dari peristiwa pencabutan dan pemindahan letak pagar kawat duri dengan tiang kayu sengon milik warga masyarakat Dusun Sinta Raya yang terjadi pada bulan Juni 2011.

Pagar kawat duri dengan tiang kayu sengon yang semula letaknya membentang dari Utara ke Selatan dan berfungsi sebagai pagar pembatas antara tanah milik Lamauhur Sinaga dengan Tempat Pemakaman Umum (TPU) masyarakat Dusun Sinta Raya tersebut telah dicabut oleh Edison Sinaga atas perintah Drs. Rillen Purba (menantu Lamauhur Sinaga) kemudian dipindahkan letaknya menjadi membentang dari Barat Ke Timur melintasi areal tanah TPU Huta Sinta Raya.

Peristiwa ini kemudian telah dilaporkan oleh warga masyarakat Dusun Sinta Raya kepada Lurah Tiga Runggu, Camat Kecamatan Purba dan Polsek Purba.

Sebagai tanggapan atas laporan masyarakat tersebut, pada tanggal 11 Juli 2011 telah diadakan pertemuan di lokasi TPU Sinta Raya yang dihadiri oleh Camat Kecamatan Purba, Lurah Tiga Runggu, Kapolsek Purba, warga masyarakat Dusun Sinta Raya dan Edison Sinaga dalam kapasitasnya mewakili Drs. Rillen Purba.

Hasil dari pertemuan ini berupa kesepakatan agar masing-masing pihak, baik warga masyarakat Sinta Raya maupun Drs. Rillen Purba menahan diri dan untuk tidak membawa persoalan ini ke ranah hukum karena Lurah akan memfasilitasi penyelesaian secara damai dan baik-baik dengan mengkomunikasikan kepada Drs. Rillen Purba.

Belum sempat ada penyelesaian oleh Lurah, tiba-tiba saja pada tanggal 17 April 2012 warga masyarakat Dusun Sinta Raya melihat ada Traktor melakukan pembajakan tanah di lokasi TPU Dusun Sinta Raya yang diperintahkan oleh Drs. Rillen Purba.

Bahwa pembajakan tanah dengan menggunakan Traktor yang dilakukan atas perintah Drs. Rillen Purba tersebut merupakan perbuatan yang melanggar kesepakatan yang telah dibuat dengan disaksikan oleh Lurah, Camat dan Kapolsek pada tanggal 11 Juli 2011.

Mengetahui peristiwa tersebut, warga masyarakat memberitahu kepada Terdakwa Lendin Saragih Sijabat dan selanjutnya Terdakwa Lendin Saragih Sijabat melaporkan ke Polsek Purba meminta bantuan pengamanan.

Atas laporan Terdakwa Lendin Saragih Sijabat, kemudian seorang anggota Kepolisian dari Polsek Purba (Rudolf Sitanggang) bersama-sama terdakwa Lendin Saragih Sijabat datang ke lokasi TPU Dusun Sinta Raya.

Setelah Traktor keluar dari lokasi TPU, beberapa orang warga masyarakat yang berada di lokasi TPU pada saat itu (termasuk Terdakwa Lendin Saragih Sijabat dan Nobel Saragih) sepakat untuk melaporkan peristiwa ini ke pihak Kepolisian Sektor Purba.

Untuk keperluan barang bukti bagi laporan pidana yang akan diajukan ke Polsek Purba, beberapa orang warga masyarakat Dusun Sinta Raya (termasuk kedua orang Terdakwa) dengan disaksikan oleh seorang anggota Polsek Purba (Rudof Sitanggang) kemudian mencabut dan menggulung pagar kawat duri dengan tiang kayu sengon milik masyarakat yang pada bulan Juni 2011 telah dicabut dan dipindah posisinya oleh Drs. Rillen Purba.

Setelah selesai menggulung dengan baik barang bukti pagar kawat tersebut, beberapa warga masyarakat Dusun Sinta Raya (termasuk kedua Terdakwa) kemudian membawanya ke Polsek untuk membuat laporan pidana atas nama tersangka Drs. Rillen Purba.

Bahwa sesampainya di Polsek Purba, ternyata laporan yang hendak diajukan oleh warga masyarakat Dusun Sinta Raya (termasuk kedua Terdakwa) ditolak oleh petugas piket yang sedang bertugas pada saat itu dengan alasan laporan masyarakat tersebut harus diajukan ke bagian unit Tipiter yang berada di Polres Simalungun.

Berdasarkan keterangan petugas piket Polsek Purba itu, maka warga masyarakat pulang ke desa dan berencana akan menindaklanjuti membuat laporan ke Polres Simalungun. Namun demikian, karena barang bukti pagar kawat duri dengan tiang kayu sengon nantinya akan dibawa juga oleh masyarakat ke Polres Simalungun, maka untuk memudahkan, masyarakat menitipkan barang bukti tersebut di Polsek Purba. Sebenarnya, pada saat menitipkan barang bukti tersebut masyarakat telah meminta bukti penitipan barang bukti kepada petugas, namun anggota polisi yang bertugas saat itu meyakinkan masyarakat bahwa mereka kan sudah saling kenal dan saling percaya sehingga tidak perlu ada bukti surat penitipan.

Bahwa akan tetapi, keesokan harinya (tanggal 18 April 2012), salah seorang warga masyarakat (terdakwa Nobel Saragih) yang pada saat itu kebetulan berada di sekitar Polsek Purba melihat barang bukti pagar kawat dengan tiang kayu sengon tersebut dibawa oleh seorang petugas Polsek Purba ke dalam mobilnya. Terdakwa Nobel Saragih menanyakan mau kemana barang bukti dibawa kepada petugas tersebut, namun tidak mendapat tanggapan.

Peristiwa ini kemudian diceritakan oleh terdakwa Nobel Saragih kepada terdakwa Lendin Saragih yang pada keesokan harinya (tanggal 19 April 2012) terdakwa Lendin Saragih mendatangi Polsek Purba untuk menanyakan kebenaran informasi tersebut. Dari petugas yang bertugas pada hari itu, terdakwa Lendin Saragih memperoleh informasi bahwa barang bukti kawat duri dengan tiang kayu sengon sudah tidak ada di Polsek, namun petugas yang bersangkutan tidak mengetahui dimana barang bukti tersebut berada.

Pada tanggal 20 April 2012 beberapa orang warga masyarakat Dusun Sinta Raya (termasuk kedua terdakwa) dengan didampingi oleh Lurah Tiga Runggu berangkat menuju Polres Simalungun dengan mengendarai 3 mobil untuk membuat laporan pidana atas nama Drs. Rillen Purba berkaitan dengan kejadian tanggal 17 April 2012. Oleh karena terdakwa Lendin Saragih tidak mendapatkan informasi tentang di mana keberadaan barang bukti pagar kawat duri dengan tiang kayu sengon dari petugas yang bertugas pada tanggal 19 April 2012, maka sebelum sampai ke Polres Simalungun, warga masyarakat (termasuk kedua orang terdakwa) kembali mampir ke Polsek Purba untuk menanyakan kembali keberadaan barang bukti yang dititipkan masyarakat. Dari petugas yang bertugas pada hari itu, kemudian masyarakat memperoleh informasi bahwa barang buktri tersebut sudah diantar ke Polres Simalungun.

Masyarakat kemudian melanjutkan perjalanan menuju Polres Simalungun untuk membuat laporan pidana terhadap Drs. Rillen Purba. Sesampainya di Polres Simalungun dan masyarakat menyampaikan maksudnya kepada petugas yang bertugas pada hari itu, tetapi petugas tersebut mengatakan bahwa laporan warga masyarakat tidak dapat diterima pihak Polres dengan alasan warga masyarakat tidak mempunyai alas hak (sertipikat tanah). Demikian juga ketika masyarakat menanyakan keberadaan barang bukti pagar kawat duri dengan tiang kayu sengon, petugas Polres Simalungun tersebut menjawab tidak tahu.

Oleh karena tidak diterima laporannya, warga masyarakat Dusun Sinta Raya akhirnya pulang kembali ke desa.

Singkat cerita, beberapa hari kemudian justru beberapa anggota masyarakat Dusun Sinta Raya (i.c. kedua terdakwa) menerima Surat Panggilan dari Polres Simalungun sebagai Tersangka atas tindak pidana perusakan (Pasal 170 KUHP) berdasarkan laporan dari Drs. Rillen Purba dengan Laporan Polisi No. Pol. : LP/265/IV/2012/SU/Simal tanggal 18 April 2012 dan sebagai barang bukti pendukung laporan pidana tersebut digunakan barang bukti gulungan pagar kawat duri dengan tiang kayu sengon yang dititipkan oleh masyarakat di Polsek Purba pada tanggal 17 April 2012.

Perkara inipun bergulir terus hingga ke Pengadilan Negeri Simalungun dan telah diberi putusan yang pada saat ini sedang dilakukan kajian terhadapnya.

  • Jalannya Proses Persidangan

 Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Primair:   dimuka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap   barang sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUH Pidana;

Subsidair:   secara bersama-sama dengan sengaja dan dengan melawan hak membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 406 ayat (1) KUH Pidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

 Fakta-Fakta Yang Terungkap Di Persidangan

Atas Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Penasihat Hukum Para Terdakwa telah mengajukan Eksepsi/Keberatan dan kemudian atas Eksepsi/Keberatan tersebut Jaksa Penuntut Umum juga telah mengajukan tanggapan serta berkaitan dengan itu Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini juga telah menjatuhkan Putusan Sela bertanggal 20 Agustus 2013.

Untuk membuktikan Dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan saksi-saksi sebagai berikut : 1. Drs. Rillen A. Purba, 2. Edison Sinaga, 3. Elminaria Saragih, 4. Jumardin Haloho, 5. Sardiaman Purba als Pangulu, 6. Atur Parulian Damanik.

Selain itu, di persidangan juga telah didengar keterangan saksi-saksi yang meringankan sebagai berikut : 1. Rapondang Purba, 2. Arapohan Sijabat

Selanjutnya kedua terdakwa juga telah didengar keterangannya, sebagai berikut : 1. Lendin Saragih Sijabat, 2. Nobel Saragih.

Bahwa dari keterangan 6 (enam) orang saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum tersebut diperoleh fakta-fakta :

2 (dua) orang saksi (Drs. Rillen Purba dan Elminaria Saragih) pada pokoknya menerangkan bahwa pada tanggal 17 April 2012 telah terjadi pencabutan dan perusakan pagar kawat duri dengan tiang kayu sengon di tanah ladang milik mereka. Keduanya tidak melihat langsung peristiwa perusakan itu tapi mendapat laporan dari dari saksi Edison Sinaga. Pagar kawat tersebut milik saksi dibangun pada bulan Mei 2011. Pagar kawat duri tersebut dicabut kedua terdakwa bersama-sama warga masyarakat dusun Sinta Raya sehubungan dengan adanya keberatan warga dusun Sinta Raya atas tindakan saksi yang melakukan pen-traktoran lahan pemakaman umum. Di ladang milik saksi tersebut ada makam dari anak salah seorang warga dusun Sinta Raya yang bernama Arapohan Sijabat.

1 (satu) orang saksi (Edison Sinaga) pada pokoknya menerangkan bahwa saksi melihat langsung terjadinya pencabutan dan perusakan pagar kawat duri dengan tiang kayu sengon di tanah ladang milik Drs. Rillen Purba yang dilakukan oleh kedua terdakwa dan beberapa warga masyarakat dusun Sinta Raya lainnya pada tanggal 17 April 2012. Pagar kawat tersebut milik Drs. Rillen Purba dan dibangun pada bulan Mei 2011. Pagar kawat duri tersebut dicabut kedua terdakwa bersama-sama warga masyarakat dusun Sinta Raya sehubungan dengan adanya keberatan warga dusun Sinta Raya atas tindakan Drs. Rillen Purba yang memerintahkan pen-traktoran lahan pemakaman umum. Pada saat pencabutan pagar kawat juga disaksikan oleh petugas Polsek Purba bermarga Sitanggang.

3 (tiga) orang saksi (Jumardin Haloho, Sardiaman Purba dan Atur Parulian Damanik) pada pokoknya menerangkan bahwa benar terjadi pencabutan pagar kawat duri oleh kedua terdakwa. Pagar kawat duri dicabut kedua terdakwa bersama-sama warga masyarakat dusun Sinta Raya sehubungan dengan adanya keberatan warga dusun Sinta Raya atas tindakan Drs. Rillen Purba yang memerintahkan pen-traktoran lahan pemakaman umum. Pagar kawat duri yang telah dicabut kemudian dibawa warga masyarakat ke Polsek Purba. Pagar kawat duri tersebut adalah milik warga masyarakat dusun Sinta Raya untuk memagari areal pemakaman umum Dusun Sinta Raya. Pagar tersebut dipasang pada tahun 2007 dan 2008. Yang membeli pagar tersebut adalah pengurus tanah pemakaman yang bernama Saurma Br. Sinaga. Awalnya pagar kawat duri dibangun oleh warga masyarakaat dengan posisi memanjang dari Selatan ke Utara namun telah dipindahkan menjadi posisi memanjang dari Barat keTimur.

Bahwa dari keterangan 2 (dua) orang saksi yang meringankan (Rapondang Purba dan Arapohan Sijabat) diperoleh fakta-fakta pada awalnya posisi pagar kawat duri di areal pemakaman umum adalah memanjang dari Utara ke Selatan sebagai pembatas areal pemakaman umum dengan tanah Lamauhur Sinaga. Kemudian telah terjadi pemindahan posisi pagar kawat duri menjadi memanjang dari Barat ke Timur melintasi areal tanah pemakaman umum antara tahun 2011 sampai 2012. Pada saat anak saksi Arapohan Sijabat meninggal dunia pada tanggal 6 Mei 2010 dan dimakamkan di areal pemakaman tersebut, tidak ada pagar kawat duri yang posisinya memanjang melintasi tanah pemakaman dari Barat ke Timur. Namun sejak terjadi pemindahan posisi pagar kawat duri tersebut menjadi memanjang melintasi areal pemakaman dari Barat ke Timur, makam anak saksi menjadi masuk dalam areal lahan yang diklaim oleh Drs. Rillen Sinaga sebagai miliknya.

Bahwa dari keterangan kedua terdakwa (Lendin Saragih Sijabat dan Nobel Saragih) diperoleh fakta-fakta bahwa benar pada tanggal 17 April 2012 kedua terdakwa bersama-sama dengan warga masyarakat dusun Sinta Raya melakukan pencabutan dan penggulungan pagar kawat duri dengan tiang kayu sengon yang ada di lahan pemakaman umum. Pagar kawat duri tersebut dicabut kedua terdakwa bersama-sama warga masyarakat dusun Sinta Raya sehubungan dengan adanya keberatan warga dusun Sinta Raya atas tindakan Drs. Rillen Purba yang memerintahkan pen-traktoran lahan pemakaman umum. Setelah dicabut, pagar kawat duri tersebut digulung lalu diserahkan ke Polsek Purba guna dijadikan bukti laporan tentang perusakan karena kawat duri tersebut sebelumnya posisinya dipasang oleh warga masyarakat memanjang dari Utara ke Selatan sebagai pembatas lahan pemakaman.

Bahwa di persidangan juga telah diajukan barang bukti berupa 12 (dua belas) gulungan kawat duri.

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

  1. Menyatakan terdakwa 1. Lendin Saragih Sijabat als PT dan terdakwa 2. Nobel Saragih telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana “dimuka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang” melanggar Pasal 170 ayat (1) KUH Pidana sebagaimana dakwaan Primair.
  2. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa 1. Lendin Saragih Sijabat als PT dan terdakwa 2. Nobel Saragih dengan pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun dikurangi selama para terdakwa berada dalam tahanan sementara.
  3. Menetapkan barang bukti berupa 12 (dua belas) gulungan kawat duri, dirampas untuk dimusnahkan.
  4. Menatapkan agar para terdakwa dibebani membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp 1000,- (seribu rupiah).
  5. Putusan Majelis Hakim
  6. Menyatakan terdakwa 1. Lendin Saragih Sijabat als PT dan terdakwa 2. Nobel Saragih telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana “dimuka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang”.
  7. Menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 2 (dua) bulan.
  8. Menetapkan barang bukti berupa 12 (dua belas) gulungan kawat duri, dirampas untuk dimusnahkan
  9. Menyatakan barang bukti berupa 12 (dua belas) gulungan kawat duri dikembalikan kepada saksi korban Drs. A Rillen Purba.
  10. Membebani para terdakwa membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp 2000,- (dua ribu) rupiah.

 

  1. Analisis Yuridis Terhadap Proses Persidangan Dan Pertimbangan Putusan Majelis Hakim

 Majelis Hakim Dalam Menetapkan Fakta-Fakta Hukum Dalam Pertimbangan Hukum Putusannya Hanya Mendasarkan Pada Keterangan Saksi Korban, Istri Saksi Korban Dan Orang Yang Bekerja Pada Saksi Korban, Akan Tetapi Sama Sekali Tidak Mempertimbangkan Keterangan Saksi-Saksi Yang Lainnya.

Bahwa dari pertimbangan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun halaman 14 alinea 4, jelas terlihat bahwa Majelis Hakim telah menyimpulkan fakta-fakta hukum dalam perkara ini hanya dari keterangan 3 (tiga) orang saksi, yaitu Drs. Rillen A. Purba (saksi korban), Edison Sinaga (orang yang bekerja dan menerima upah dari Saksi Korban), dan Elminaria Sinaga (istri Saksi Korban), padahal selain ketiga orang saksi tersebut ada 5 (lima) orang saksi lagi yang mengetahui tentang duduk perkara namun sama sekali tidak dipertimbangkan keterangannya, yaitu Jumardin Haloho, Sardiaman Purba als Pangulu, Atur Parulian Damanik, Rapondang Purba dan Arapohan Sijabat.

Bahwa bila dibaca dalam pertimbangan hukum putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun halaman 14 alinea 4 a quo pada pokoknya disebutkan bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi Drs. Rillen A. Purba, Edison Sinaga, dan Elminaria Sinaga dihubungkan dengan keterangan Terdakwa telah diperoleh fakta hukum bahwa pada bulan Mei 2011 bertempat di Horian Desa Sinta Raya Kelurahan Tiga Runggu, Kabupaten Simalungun saksi korban Drs. Rillen A. Purba telah menyuruh saksi Edison Sinaga, Sanni Maria Saragih dan Roni Riski Sinaga untuk memagar tanahnya sesuai dengan Sertipikat Hak Milik No. 706 atas Rillen A. Purba dengan kawat duri yang memanjang dari Timur ke barat dan pada hari Selasa tanggal 17 April 2012 para terdakwa bersama dengan Sardiaman Purba als Pangulu, Atur Parulian Damanik serta beberapa warga dusun Sinta Raya lainnya telah membongkar kawat duri tersebut yang mengakibatkan tiang penyangga kawat duri yang terbuat dari kayu sengon menjadi patah kemudian menggulung kawat duri tersebut. Bahwa para terdakwa bersama dengan warga lainnya mencabut kayu sengon dan menggulung pagar kawat duri karena merasa tanah tersebut adalah tanah untuk pekuburan umum warga dusun Sinta Raya.

Bahwa padahal berdasarkan keterangan saksi-saksi Jumardin Haloho (Ketua RT), Sardiaman Purba als Pangulu, Atur Parulian Damanik, Rapondang Purba dan Arapohan Sijabat terbukti bahwa pemagaran yang dilakukan oleh Drs. Rillen Purba di atas tanah dengan posisi memanjang dari Timur ke Barat melintasi tanah areal pemakaman umum pada Mei 2011 tersebut adalah dengan cara memindahkan pagar kawat duri yang sudah ada sebelumnya yang dibangun oleh masyarakat dengan posisi memanjang dari Utara ke Selatan membatasi tanah pemakaman umum dengan tanah Lamauhur Sinaga. Fakta ini didukung oleh keterangan saksi Arapohan Sijabat yang menerangkan bahwa pada saat anak saksi Arapohan Sijabat meninggal dunia pada tanggal 6 Mei 2010 dan dimakamkan di areal pemakaman tersebut, tidak ada pagar kawat duri yang posisinya memanjang melintasi tanah pemakaman dari Barat ke Timur, yang ada adalah pagar kawat yang posisinya memanjang dari Utara Ke Selatan membatasi tanah pemakaman umum dengan tanah Lamauhur Sinaga. Namun sejak terjadi pemindahan posisi pagar kawat duri tersebut menjadi memanjang melintasi areal pemakaman dari Barat ke Timur, makam anak saksi yang dahulu berada di areal pemakaman, sekarang menjadi masuk ke dalam areal lahan yang diklaim oleh Drs. Rillen Sinaga sebagai miliknya.

Bahwa fakta-fakta keterangan saksi-saksi Jumardin Haloho (Ketua RT), Sardiaman Purba als Pangulu, Atur Parulian Damanik, Rapondang Purba dan Arapohan Sijabat ini, khususnya terkait dengan fakta-fakta kejadian waktu pemagaran yang dilakukan oleh Drs. Rillen A. Purba dan situasi tanah setelah pemagaran tersebut ternyata juga bersesuaian dengan keterangan saksi Drs. Rillen A. Purba, Edison Sinaga, dan Elminaria Sinaga yang pada pokoknya menerangkan bahwa pembangunan pagar dilakukan oleh Drs. Rillen A. Purba pada sekitar bulan Mei 2011 dan setelah pemagaran, maka ada makam warga yang masuk ke dalam areal yang di pagari oleh saksi Drs. Rillen A. Sinaga.

Fakta terdapatnya makam warga masyarakat di dalam tanah yang diklaim oleh Drs. Rillen Purba sebagai miliknya menunjukkan bahwa masuknya makam tersebut ke dalam areal tanah yang diklaim oleh Drs. Rillen Purba adalah akibat dari adanya pemindahan pagar kawat yang dilakukan oleh Drs. Rillen Purba pada bulan Mei 2011 dari yang sebelumnya memanjang dari Utara ke Selatan, menjadi memanjang melintasi areal pemakaman umum dari Barat ke Timur. Dengan kata lain, terdapat fakta hukum yang lebih kuat bahwa pelaku pemindahan pagar yang sebenarnya adalah Drs. Rillen A. Purba. Namun fakta-fakta hukum yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi Jumardin Haloho (Ketua RT), Sardiaman Purba als Pangulu, Atur Parulian Damanik, Rapondang Purba dan Arapohan Sijabat ini sama sekali tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun tanpa alasan yang jelas.

Menurut Pengkaji, pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun a quo mengandung kesalahan dalam menerapkan hukum pembuktian. Menarik suatu kesimpulan fakta hukum hanya berdasarkan keterangan saksi-saksi tertentu, tanpa mempertimbangkan keterangan saksi-saksi lainnya serta kesesuaian keterangan saksi-saksi tertentu tersebut dengan keterangan saksi-saksi lainnya adalah bertentangan dengan hukum dan keadilan. Hal ini secara jelas dinyatakan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP yang menyatakan bahwa surat putusan pemidanaan memuat pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa. Dari penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “fakta dan keadaan” di sini ialah segala apa yang ada dan apa yang diketemukan di sidang oleh pihak dalam proses, antara lain penuntut umum, saksi, ahli, terdakwa, penasihat hukum dan saksi korban. Demikian juga ketentuan Pasal 185 ayat (6) huruf a dan b KUHAP yang menyatakan dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan : a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain, b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain.

Selain itu kekeliruan dalam menerapkan hukum pembuktian dalam pertimbangan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun a quo juga terlihat dari subyektifitas posisi dan kedudukan saksi-saksi yang keterangannya dijadikan Majelis Hakim sebagai pertimbangan hukum putusan. Apabila dicermati kapasitas dan kualitas saksi-saksi yang keterangannya dijadikan Majelis Hakim sebagai pertimbangan hukum (Drs. Rillen A. Purba sebagai Saksi Korban, Edison Sinaga yang merupakan orang yang bekerja dan menerima upah dari Saksi Korban serta Elminaria Sinaga yang merupakan istri Saksi Korban), dari ketiganya jelas sangat sulit untuk mendapatkan keterangan yang obyektif tentang peristiwa. Namun kemungkinan subyektifitas saksi-saksi ini sama sekali tidak menjadi pertimbangan Majelis Hakim karena dalam pertimbangan putusannya Majelis Hakim justru hanya mengambil keterangan ketiga orang saksi (Drs. Rillen A. Purba, Edison Sinaga serta Elminaria Sinaga) tersebut sebagai fakta hukum.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun Semata-Mata Hanya Melihat Perbuatan Para Terdakwa Mencabut Pagar Kawat Tanpa Mempertimbangkan Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Peristiwa Atau Yang Menjadi Akar Masalah

Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Pertanyaannya, benarkah kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pidana “dimuka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang” (Pasal 170 ayat (1) KUH Pidana) sebagaimana kesimpulan Jaksa Penuntut Umum dalam Tuntutannya?

Suatu perbuatan pidana hanya dapat dipidana apabila perbuatan itu memenuhi rumusan delik dalam undang-undang pidana, bersifat melawan hukum dan adanya kesalahan pada si pelaku yang melakukan perbuatan.

Apabila diperhatikan fakta-fakta persidangan melalui keterangan saksi-saksi memang dapat dengan mudah disimpulkan bahwa pada tanggal 17 April 2012 kedua terdakwa bersama-sama dengan warga masyarakat dusun Sinta Raya lainnya telah melakukan pencabutan pagar kawat duri yang ada di lokasi pemakaman umum dusun Sinta Raya dan kemudian menggulungnya, lalu membawa pagar kawat duri tersebut ke Polsek Purba. Hal serupa juga yang mendasari pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun dalam putusannya terkait dengan terbuktinya unsur “secara bersama-sama di muka umum” dan unsur “melakukan kekerasan terhadap barang” (Putusan hal. 16-17). Dengan demikian apa yang dilakukan para terdakwa telah memenuhi unsur-unsur inti delik dari ketentuan Pasal 170 ayat (1) KUHP.

Pertanyaan selanjutnya, apabila memang kedua terdakwa pada tanggal 17 April 2012 terbukti bersama-sama dengan warga masyarakat dusun Sinta Raya lainnya melakukan pencabutan pagar kawat duri yang ada di lokasi pemakaman umum dusun Sinta Raya dan kemudian menggulungnya, lalu membawa pagar kawat duri tersebut ke Polsek Purba, apakah dengan demikian kedua terdakwa secara otomatis lalu dapat dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana?

Apakah orang yang mengetahui bahwa tanah pemakaman umum di desanya dirusak oleh orang lain dengan cara memindahkan pagar dan di-traktor lalu kemudian melaporkan kejadian itu ke pihak Kepolisian dan selanjutnya datang ke lokasi kejadian bersama-sama Polisi lalu mencabut pagar kawat duri milik warga masyarakat yang telah dipindah oleh pihak lain tersebut sebagai barang bukti untuk membuat laporan ke Polisi lantas dapat dikatakan secara melawan hukum telah melakukan perbuatan pidana hanya karena perbuatannya tersebut telah memenuhi unsur-unsur perbuatan yang terdapat dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP?

Fakta-fakta hukum ini yang tidak dipertimbangkan sama sekali oleh Majelis Hakim. Dalam pertimbangan hukum putusannya Majelis Hakim hanya berfokus pada apakah perbuatan yang dilakukan kedua terdakwa telah memenuhi ketentuan Pasal 170 ayat (1) KUHP tanpa lebih jauh mempertimbangkan fakta-fakta hukum seputar akar masalah atau latar belakang yang menjadi penyebab dilakukannya perbuatan kedua Terdakwa. Padahal pengungkapan apa yang menjadi latar belakang atau akar masalah terjadinya perbuatan yang didakwakan sangat penting untuk mengungkap apakah perbuatan yang dilakukan oleh kedua terdakwa benar telah dilakukan oleh keduanya secara melawan hukum.

Unsur melawan hukum sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, adalah unsur yang juga dipersyaratkan untuk dapat dipidananya suatu perbuatan. Unsur melawan hukum adalah unsur yang senantiasa dianggap ada dalam setiap perbuatan pidana, meskipun tidak setiap rumusan delik dalam pasal-pasal Undang-Undang Pidana mencantumkannya secara eksplisit. Demikian juga dengan ketentuan Pasal 170 ayat (1) KUHP. Meskipun dalam pasal ini unsur melawan hukum tidak dicantumkan secara eksplisit namun unsur tersebut tetap ada dan melekat.

Dikenal 2 ajaran tentang melawan hukum dalam Hukum Pidana, yaitu ajaran Melawan Hukum Formal dan ajaran Melawan Hukum Materil. Ajaran Melawan Hukum Formal menyatakan bahwa suatu perbuatan adalah perbuatan pidana apabila perbuatan itu telah memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusan tindak pidana, sedangkan ajaran Melawan Hukum Materil menyatakan bahwa untuk dapat menyatakan suatu perbuatan adalah perbuatan pidana, maka selain perbuatan itu telah memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusan tindak pidana, perbuatan itu juga harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tercela atau tidak patut.

Perbuatan kedua terdakwa bersama-sama warga masyarakat mencabut pagar kawat yang terdapat di areal pemakaman umum ansich, secara formal dapat dianggap merupakan perbuatan melawan hukum karena telah memenuhi unsur-unsur rumusan delik dari Pasal 170 ayat (1) KUHP. Akan tetapi perbuatan kedua terdakwa mencabut pagar kawat yang terdapat di areal pemakaman umum, apabila dikaitkan dengan fakta hukum bahwa perbuatan itu dilatarbelakangi oleh adanya perbuatan melawan hukum sebelumnya yang dilakukan oleh pihak lain, yaitu memindahkan pagar dan men-traktoran areal pemakaman umum. Apalagi pencabutan pagar tersebut dilakukan dengan disaksikan oleh anggota Kepolisian untuk keperluan sebagai barang bukti guna membuat laporan pidana, maka sulit untuk menyimpulkan bahwa perbuatan terdakwa sebagai perbuatan melawan hukum materil.

Perbuatan para terdakwa, menurut Pengkaji adalah perbuatan yang menurut kepatutan dalam masyarakat masih patut dan wajar dilakukan oleh orang yang ingin mempertahankan hak untuk kepentingan umum. Fakta hukum bahwa setelah dicabut pagar kawat tersebut langsung dibawa oleh kedua terdakwa bersama-sama beberapa orang warga ke Polsek Purba untuk membuat laporan pidana menunjukkan bahwa tidak ada sedikitpun niat jahat dari kedua terdakwa, melainkan semata-mata untuk mempertahankan hak dan kepentingan orang banyak atas lahan pemakaman umum yang dibenarkan oleh ketentuan hukum.

Secara formal dapat dikatakan bahwa perbuatan kedua terdakwa adalah melawan hukum karena telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP, namun tidak bersifat melawan hukum secara materil.

Dari putusan a quo terlihat bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun hanya berpegang pada ajaran perbuatan melawan hukum formal sehingga hanya memberikan keadilan yang bersifat formal, bukan keadilan yang substansial berdasarkan kebenaran materil yang bersumber dari seluruh fakta yang terungkap di persidangan.

Kesimpulan

  1. Hasil kajian menyimpulkan bahwa dalam menetapkan fakta-fakta hukum berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun hanya mendasarkan pada keterangan saksi-saksi tertentu yang apabila dilihat dari kapasitas dan kualitasnya tidak dapat diharapkan untuk memberikan keterangan yang obyektif dan tidak mempertimbangkan kesaksian saksi-saksi lainnya meskipun relevan bagi perkara.
  2. Dalam pertimbangan hukum putusannya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun hanya berfokus pada terpenuhinya unsur-unsur rumusan delik, tanpa mempertimbangkan lebih jauh fakta-fakta hukum seputar akar masalah atau latar belakang yang menjadi penyebab dilakukannya perbuatan oleh kedua terdakwa untuk terpenuhinya syarat unsur melawan hukum materil.
  3. Potret proses peradilan yang dialami oleh kedua terdakwa menggambarkan bahwa niat baik yang ditujukan semata-mata untuk membela dan mempertahankan hak untuk kepentingan umum menurut hukum ternyata tidak selalu mendapat respon yang sama dari penegak hukum. Mencoba memperjuangkan hak untuk kepentingan umum melalui jalur hukum, malah justru terseret menjadi terdakwa dalam proses tersebut. Penolakan Polsek Purba dan Polres Simalungun terhadap laporan pidana yang diajukan oleh kedua terdakwa dan warga masyarakat dusun Sinta Raya meskipun anggota Polsek telah ikut melihat sendiri peristiwa pidana yang akan dilaporkan tersebut menunjukkan betapa penegakan hukum masih berpihak pada kepentingan tertentu di luar kepentingan hukum dan keadilan. Apalagi kenyataannya pengadilan juga tidak memberikan keadilan bagi kedua terdakwa dalam proses hukum tersebut. Ini adalah preseden buruk bagi penegakan hukum. Apabila terus berlangsung, dapat dipastikan akan semakin sedikit atau bahkan tidak akan ada lagi orang yang peduli dan mau memperjuangkan kepentingan umum melalui jalur hukum karena masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap hukum dan proses penegakan hukum.

[1] Koordinator Divisi Bantuan Hukum pada Perhimpunan Bantuan Hukum & Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU).

About admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top